Saturday, February 14, 2009

RAGAM METHODE PERANCANGAN KENDALI ADAPTIF

TUGAS PROPOSAL
NAMA : YUDHI IRMANSYAH
NIM : 244307016

























BAB 1
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Sistem kendali adaptif merupakan sistem kendali yang mempunyai parameter-parameter kendali yang dapat beradaptasi. Parameter-parameter kendali tersebut beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan disekitarnya, seperti adanya gangguan, serta perubahan karakter internal dari sistem yang dikendalikan. Penggunaan sistem kendali adaptif menunjukkan peningkatan kinerja sistem karena suatu sistem umumnya berada dalam situasi yang mengandung derau dan gangguan serta kondisi internal dan eksternalnya mengandung ketidakpastian. Pernyataan tesis yang ingin dibuktikan pada penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa algoritma kendali adaptif dapat menjamin ketegaran kinerja dan ketegaran stabilitas sistem tak linier dan layak diimplementasikan pada perangkat elektronis secara ekonomis. Sistem kendali adaptif telah banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang industri pengolahan bahan kimia, sistem penerbangan, serta sistem otomotif. Dalam bidang pengolahan hasil bumi, Sistem Kendali Adaptif banyak digunakan dalam industri pengolahan bubur kertas dan kertas (pulp and paper). Peneltian ini akan membangun suatu algoritma aturan adaptasi yang lebih optimal dan layak (feasible) diimplementasikan dalam perangkat elektronika serta dapat diterapkan pada model kendalian (plant) tak linier.
Sistem kendali adaptif merupakan salah satu metodologi kendali yang modern yang telah sukses digunakan dalam bidang industri pengolahan bahan kimia, industri pengolahan produk-produk hasil bumi seperti pengolahan kertas dan bubur kertas (pulp and paper [13,2]), pengolahan bahan dasar minyak CPO (crude-palm oil), industri otomotif [13], kedokteran [13,5], dan bidang industri dirgantara [13,15,18] baik untuk pengendalian penerbangan pesawat komersil maupun pesawat militer.
Kesuksesan aplikasi tersebut diikuti juga oleh perkembangan produk-produk elektronika yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahan elektronik, yang khusus menangani pengolahan algoritma kendali adaptif. Dari kesuksesan aplikasi industri dan perkembangan produk elektronika adaptif tersebut maka Jurusan Teknik Elektro Universitas Hasanuddin Makassar sebagai wadah untuk mentransformasikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengembangkan kuliah Topik khusus Teknik Kendali dengan topik khusus Sistem Kendali Adaptif. Dalam perkembangan selanjutnya kami tertantang untuk mengembangkan kuliah ini sebagai bahan penelitian untuk selanjutnya melibatkan mahasiswa melalui penyelesaian skripsi.

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian mempunyai tujuan khusus, tujuan umum, serta manfaat atau tujuan jangka panjang sebagai berikut:

Tujuan Umum:
• Meningkatkan keahlian civitas academica (dosen dan mahasiswa) dalam meningkatkan keahlian dalam merancang dan menghasilkan produk elektronika.
• Dari peningkatan keahlian tadi, diharapkan diikuti oleh pengembangan jiwa kewirausahawan (enterpreunership) berbasis produk bagi dosen, mahasiswa dan alumni.

Tujuan Khusus:
• Menemukan proses komputasi aturan kendali adaptif yang optimal dan menjamin ketegaran (robustness) stabilitas dan ketegaran kinerja untuk kendalian tak linier yang dilinierisasi dan layak untuk diimplementasi secara praktis.
• Mengimplementasikan sistem kendali adaptif dalam media perangkat elektronis dan dapat diaplikasikan pada suatu proses kendalian tak linier. Beberapa algoritma adaptasi sangat kompleks dan sulit diimplementasi dalam media elektronik. Penelitian ini bertujuan untuk membangun algoritma yang lebih sederhana dan layak diimplementasikan.

Tujuan Jangka Panjang:
• Meningkatkan peran dosen, mahasiswa dan alumni dalam menjemput masalah yang dihadapi oleh industri di Indonesia.
• Meningkatkan peran civitas academika dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan sistem-sistem pengering produk-produk pertanian untuk meningkatkan nilai jual produk-produk tersebut serta sistem pengawet (pendingin) untuk mempertahankan kualitas hasil-hasil bumi sehingga dapat dipasarkaan dalam jangka waktu lama. Umum sistem-sistem tersebut merupakan proses yang tak linier dan memungkinkan dikendalikan dengan sistem kendali adaptif dengan implementasi yang layak dan tidak terlalu mahal.

Hasil penelitian ini secara tidak langsung akan bermanfaat bagi peningkatan kualitas proses belajar mengajar dimana Sistem Kendali Adaptif dapat dikembangkan menjadi kuliah yang berorientasi pada pengembangan keahlian dan kompetensi mahasiswa. Mahasiswa yang mempunyai jiwa kewirausahawan akan mempunyai bekal dalam melihat problem nyata dalam masyarakat serta turut serta dalam pembangunan nasional. Namun perlu ditekankan, penajaman visi pemerintah dan komitmen bangsa adalah kunci sukses mereka dalam berbaur dalam masyarakat yang diidamkan.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA


Beberapa bahan pustaka yang kami gunakan sebagai bahan acuan merupakan artikel-artikel internasional [1,2,6,7,8,11,14,15,19] yang membahas tentang perkembangan metodologi kendali adaptif. Pustaka yang lain berupa buku-buku referensi [9,13,18] yang sangat relevan dan membahas prinsip-prinsip fundamental tentang sistem kendali adaptif. Dari pustaka-pustaka tersebut maka kami dapat memberikan gambaran singkat tentang sistem kendali adaptif seperti dibahas pada bagian-bagian berikut.

2.1. Ragam Metode Perancangan Kendali Adaptif
Pada dasarnya kendali adaptif adalah kendali tak linier, sehingga banyak digunakan untuk mengendalikan sistem-sistem tak linier [4,11,13,18,19,21]. Dalam aplikasi industri ada tiga buah model struktur kendali adaptif yang paling banyak digunakan, yaitu:
- Kendali Penjadwalan Gain Adaptasi (Adaptif Gain Scheduling Control).
- Kendali Adaptif Model Acuan (Model Reference Adaptif Control).
- Kendali Adaptif Swa-Tala (Self-Tuning Adaptif Control).
Kendali penjadwalan gain adaptasi (PGA) merupakan kendali yang paling banyak digunakan dalam industri pengolahan dan manufaktur. Kendali ini bekerja dengan mengadaptasi gain kendali sesuai dengan perubahan kondisi operasi suatu proses di industri. Kendali ini juga telah digunakan pada kendali penerbangan dimana gain kendali berubah sesuai perubahan kondisi terbang. (Perhatikan Gambar 2.1).

Gambar 2.1: Kendali penjadwalan gain adaptasi.

Kendali adaptif model acuan (AMA) digunakan dalam sistem kendali untuk memaksakan agar proses kendalian berperilaku seperti model acuan (model reference). Pada kasus ini proses kendalian umumnya mempunyai karakteristik yang buruk seperti tanggapan yang lambat dan kestabilan yang kurang mantap. Selain itu karakteristik proses kendalian sering berubah-ubah bahkan terkadang menuju kondisis operasi yang tidak stabil. Oleh karena itu kendali AMA dirancang agar proses kendalian mengikuti perilaku model acuan yang mempunyai tanggapan yang lebih cepat dan kestabilan yang lebih mantap. (Perhatikan Gambar 2.2).

Gambar 2.2: Kendali adaptif model acuan.

Kendali adaptif swa-tala (AST) merupakan sistem kendali yang mempunyai parameter-parameter yang dapat ditala (dituning) sesuai dengan perubahan kondisi eksternal dan internal proses kendalian. Sistem kendali AST mengestimasi parameter-parameter proses kendalian secara on-line. Dari data hasil estimasi tersebut, parameter kontroler ditala sedemikian hingga karakteristik proses kendalian menjadi lebih baik. Bila parameter proses berubah akibat perubahan lingkungan operasi plant, maka estimasi parameter juga berubah secara on-line, sehingga parameter kontroler ditala kembali sedemikian hingga karakteristik yang diharapkan dapat dipertahankan. Studi implementasi Kendali AST dapat dilihat pada [13,16]. (Perhatikan Gambar 2.3).

Gambar 2.3: Kendali adaptif swa-tala.

2.2. Implementasi Elektronis Sistem Kendali Adaptif
Secara garis besar ada dua pilihan dalam mengimplementasikan sistem kendali adaptif, yaitu dengan pengolahan sinyal analog dan sinyal digital [13,10,18]. Gambar 2.4 menunjukkan bagan opsi implementasi sistem kendali adaptif.















Gambar 2.4: Opsi dalam implementasi sistem kendali elektronik.

Beberapa produk elektronik khusus untuk kendali adaptif yang telah dipasarkan antara lain:
 SattControl ECA40 dan Fisher Control DPR900
 EXACT: kontroller adaptif yang dikembangkan oleh Foxboro.
 Kontroller Temperatur Eurotherm, dikembangkan oleh Eurotherm, UK.
 Kontroller Adaptif ABB tipe STAR1, STAR2 dan STAR3, dikembangkan oleh Asea Brown Boveri.
 MicroController Firstloop, dikembangkan oleh First Control Systems AB.

2.3. Kesuksesan Aplikasi Kendali Adaptif dalam Bidang Industri
Beberapa contoh aplikasi kendali adaptif yang telah sukses diterapkan dalam industri, antara lain:

APLIKASI INDUSTRI PENGOLAHAN PRODUK PERTANIAN:
• Industri Kertas dan Bubur Kertas (pulp and paper) [2,13] Kontrol pengering kertas (pulp dryer), kontrol pembuatan bubuk kertas (pulp digester), kontrol ketebalan kertas (rolling mill).
• Industri Pengolahan CPO (crude-palm oil), yaitu bahan dasar minyak dari kelapa sawit.
APLIKASI INDUSTRI PENGOLAHAN DAN REAKSI BAHAN KIMIA
• Kontrol reaksi kimia dalam tabung reaktor [13,18]
• Kontrol temperatur dalam kolom distilasi [13,18]
• Industri Semen: pencampuran material mentah semen (cement raw material mixing).
APLIKASI PADA KENDALI PENERBANGAN (Flight Control)
• Kendali lateral dan longitudinal pesawat terbang komersil [13, 15]
• Kendali lateral dan longitudinal serta dinamika serang pesawat militer.
APLIKASI BIDANG OTOMOTIF
• Kontrol rasio pencampuran antara bahan bakar-udara (air-fuel ratio),
• Kontrol jelajah kendaraan (cruise control) untuk meningkatkan daya jelajah.
(Keduanya telah dikembangkan oleh Ford Motor Company sejak pertengahan 1980-an)
APLIKASI BIDANG KEDOKTERAN [5,13]
• Sistem kendali Ultrafiltrasi, yang banyak membantu pasien yang mengalami kerusakan ginjal. Dalam dialysis, darah dibersihkan dan kelebihan air dalam darah diatur, serta electrolytes dalam darah dinormalisasi [13].
(Telah dikembangkan metode monitoring kendali aliran fluida darah oleh Gambro AB di Lund, Swedia).
Sejauh ini studi literatur telah direalisasikan dengan merancang model aturan kendali adaptif yang menjamin ketegaran stabilitas (stability robustness) dan ketegaran kinerja (performance robustness) dari Sistem Kendali daptif Model Acuan (Model Reference Adaptif Control) yang sangat banyak digunakan dalam aplikasi industri.


BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN


3.1. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Secara garis besar metodologi penelitian yang dilakukan terdiri atas dua buah alur. Alur penelitian pertama merupakan alur untuk perancangan pernyataan tesis hingga ditemukan suatu model matematis untuk sistem kendali adaptif yang optimal dan mantap disebut “Alur Pembuktian Matematis” (lihat Gambar 3.1). Alur kedua disebut alur tahap implementasi dan aplikasi hingga dibuktikannya pernyataan tesis yang ditandai dengan suksesnya hasil penerapan pada kendalian tak linier disebut “Alur Pembuktian Praktis” (Lihat Gambar 3.2).


























Gambar 3.1: Alur Pembuktian Matematis dari Penelitian.

Studi literatur beberapa artikel internasional yang memuat paparan algoritma kendali dan pemahaman teori kendali yang kuat merupakan dasar untuk membangun “Pernyataan Tesis” pada penelitian ini. Analisis ketegaran kinerja dan ketegaran stabilitas adalah dua kunci pokok dalam menilai hasil perancangan kendali modern. Analisis terus dilakukan hingga hasil verifikasi dari simulasi dapat berjalan sukses. Dua buah jalur umpanbalik pada Gambar 3.1 merupakan jalur evaluasi terhadap perancangan algoritma untuk pembuktian matematis pada penelitian ini.
Bila hasil verifikasi model dengan simulasi komputer telah berhasil maka model matematis tersebut akan dioptimasi dan dikaji hingga mempunyai kadar komputasi yang layak diimplementasikan secara praktis pada perangkat elektronik. Bila tahap ini dilalui dengan baik, maka alur penelitian akan beranjak pada alur pembuktian praktis seperti terlihat pada Gambar 3.2.

















Gambar 3.2: Alur Pembuktian Praktis dari Penelitian

Pada tahap pembuktian praktis, dua hal pokok akan dikaji, yaitu implementasi aturan kendali yang telah dioptimasi melalui media perangkat elektronik dan penerapan perangkat tersebut pada proses kendalian tak linier. Pada Gambar 3.2 terlihat bahwa pada tahap ini, terdapat dua buah jalur umpanbalik yang dipertimbangkan dengan tujuan untuk mengevaluasi perkembangan penelitian.
Setelah testing rangkaian telah dilalui dengan baik, maka tibalah saatnya untuk menjalani tahap penerapan pada proses kendalian tak linier. Penerapan ini merupakan tahap akhir dari pembuktian teori secara praktis. Bila tahap ini dilalui dengan baik maka kesimpulan akan dibangun untuk memberikan gambaran kuantitatif dan kualitatif terhadap hasil penelitian.

3.2. Desain Kendalian Tak Linier
3.2.1. Pemodelan Sistem Pengatur Suhu Ruang
Pengatur suhu adalah suatu alat yang mampu mengubah besaran suhu menjadi besaran listrik, baik berupa tegangan dan arus. Dari besaran tegangan ataupun arus inilah yang nantinya akan dimanipulasi sehingga suhu dapat dibaca.

A. Model Fisik
Model fisik adalah deskripsi fisik dari karakteristik suatu sistem. Adapun model fisik sistem ini :



Gambar 3.3. Diagram kendalian (plant) pengatur suhu ruang.

Di dalam miniatur ruangan dibagi atas tiga bagian rangkaian perangkat keras yang utama antara lain:
1. Rangkaian Pemanas Ruangan (Heater).
2. Rangkaian Pembuang Panas (Fan).
3. Rangkaian Penyidik Suhu



B. Model Matematik
Model matematika terdiri dari simbol-simbol dan persamaan matematik untuk menggambarkan sistem. Model diagram sistem adalah sebagai berikut :

Gambar 3.4. Bagan Kotak Sistem Pengatur Suhu Ruang

Apabila heater menyala, dianggap merupakan isyarat kendali u = +a (konstan), maka keluaran T akan naik :
(3.1a)

Apabila kipas menyala, u = -b, maka suhu keluaran T akan turun.
(3.1b)

Secara sederhana (tanpa sensor), sistem dapat digambarkan sebagai berikut:

e(t) u(t) T(t) U(s) T(s)



Gambar 3.5. Bagan Kotak Sistem Pengatur Suhu Ruang Tanpa Sensor

Nilai variabel dari a, b, v dan –v dapat ditentukan dengan cara “ trial and error” ataupun dengan melalui pengukuran langsung. Apabila keluaran sistem bernilai a menunjukkan bahwa heater on. Namun, bila bernilai b menunjukkan kipas on. Hasil simulasi yang diharapkan :


Gambar 3.6. Tanggapan Sistem Pengatur Suhu Ruang

T1 tergantung nilai a = ∆T1 / ∆t1
T2 tergantung nilai b = ∆T2 / ∆t2

Pemodelan Sistem Pendulum Terbalik


Gambar 3.7. Pendulum terbalik yang dipasang pada kereta yang digerakkan oleh motor
( Disalin dari “Control System Design”, B. Friedland )

Secara ilustratif, suatu pendulum terbalik seperti pada Gambar 3.7, terdiri dari dua bagian utama yaitu :
a. Kereta beroda yang dapat bergerak ke arah kanan atau ke arah kiri.
b. Pendulum dengan tangkainya yang dipasangkan dibagian tengah atas kereta yang dapat bergerak ke kiri dan ke kanan dengan membentuk sudut dengan arah vertikal.

Tabel 3.1. Simbol dan keterangan model pendulum terbalik
Simbol Keterangan Satuan
L Panjang pendulum terbalik Meter
F Gaya yang diberikan pada kereta Newton
 Posisi sudut pendulum terbalik Radian
M Massa kereta Kilogram
m Massa pendulum terbalik Kilogram
Y Posisi pendulum terbalik pada bidang vertikal Meter

Sifat fisis pendulum terbalik itu akan jelas bilamana kereta diberi gaya dorong sebesar F, sehingga akan timbul gerakan pada kereta bersama-sama dengan pendulum itu sendiri. Dengan demikian terjadi proses pergerakan yang mendorong pendulum untuk bergerak ke arah kiri kemudian ke kanan sebelum pada akhirnya mencapai titik keseimbangan yaitu diambil pada saat pendulum berada pada posisi vertikal.

A. Model Fisik
Model fisik adalah deskripsi fisik dari karakteristik suatu sistem. Model fisik pendulum terbalik dapat diturunkan berdasarkan prinsip-prinsip mekanika. Sebagaimana terlihat pada Gambar 3.7, sasaran pengendalian adalah menjaga pendulum tersebut dalam posisi vertikal. Pendulum sebetulnya tidak stabil dan mungkin jatuh ke segala arah. Tetapi dalam hal ini untuk penyederhanaan, gerak pendulum hanya dibatasi dalam dua dimensi sehingga pendulum terbalik tersebut bergerak pada dua arah derajat kebebasan yaitu gerak kereta ke kiri ( y negatif ) dan bergerak ke kanan ( y positif ), serta gerak pendulum ke kiri (  negatif ) dan ke kanan (  positif ).
Jika pada kereta yang dimaksud kita beri gaya sebesar F, maka akan timbul energi kinetik pada kereta dan sekaligus pada pendulum itu sendiri. Kereta hanya bergerak ke arah horisontal, sehingga energi kinetik kereta (T1) adalah
(3.1c)
dimana adalah kecepatan perpindahan massa kereta. Karena pendulum itu sendiri dapat bergerak horisontal dan vertikal, maka energi kinetik pada pendulum terbalik (T2) adalah :
(3.1d)
dimana adalah perpindahan gerakan horisontal pendulum pada posisi  terhadap waktu dan adalah perpindahan ketinggian vertikal pendulum terbalik terhadap waktu dengan dan z masing-masing adalah:
(3.2a)


Dengan demikian kecepatan gerakan horisontal pendulum pada posisi dan kecepatan ketinggian vertikal pendulum adalah:
(3.2b)


Jumlah total energi kinetik adalah:



(3.3)

Adapun energi potensial yang tersimpan dalam pendulum sebesar:
dimana ketinggian vertikal pendulum terbalik (z) adalah sehingga energi potensial pada pendulum dapat diketahui sebesar:
(3.4)

B. Model Matematik
Deskripsi matematik dari karakteristik suatu sistem disebut model matematik. Model matematika terdiri dari simbol-simbol dan persamaan matematika untuk menggambarkan sistem.
Guna mendapatkan model matematik untuk model dari sistem pendulum terbalik dapat digunakan persamaan Lagrange untuk gerak mekanik

dimana L = Fungsi Lagrangian
T = Energi Kinetik
V = Energi Potensial
Dengan menggunakan persamaan (3.3) dan (3.4) diperoleh fungsi Lagrange berikut:


(3.5)

Untuk menyamaratakan koordinat perlu diperhatikan gerakan translasi pendulum (y) dan gerakan osilasi (), sebagai dua buah keluaran yang selalu berubah-ubah jika diberikan gaya (F). Dengan memperhatikan komponen vertikal dan horisontal atau (y, ), maka persamaan Lagrange untuk sistem ini adalah2:
Untuk gerak translasi
(3.6)
Untuk gerak osilasi
(3.7)
Dari persamaan (3.11) dapat diperoleh


(3.8)
Dari persamaan (3.8) diperoleh bentuk persamaan sebagai berikut:


(3.9)
Dengan mengacu pada model matematika yang diuraikan pada sub bab sebelumnya dapat diterapkan keadaan-keadaan sebagai berikut :
Isyarat masukan
Isyarat keluaran
Penunjukan peubah keadaan
Penunjuk peubah keadaan jika dibawa ke dalam bentuk persamaan keadaan, maka ditulis:
Dengan memasukkan penunjukan peubah keadaan pada persamaan (3.9) diperoleh:

(3.10)
Dengan mensubtitusikan persamaan (3.10) di atas, diperoleh:



(3.11)
3.3. Metode Analisis
Algoritma kendali dibangun berdasarkan berbagai metode seperti metode gradient, teorema Lyapunov, dan teorema passivitas yang cukup terkenal banyak digunakan pada analisis kestabilan sistem dari sudut pandang input-output. Model acuan dibangun dengan melakukan teknik linierisasi terhadap model tak linier dari sistem yang ingin dikendalikan. Jadi aturan kendali dibangun dengan menggunakan sudut pandang model kendalian linier, hasil linierisasi.
Setelah analisis dilakukan maka model matematis yang diperoleh akan diverifikasi melalui simulasi komputer. Program MATLAB digunakan untuk mensimulasikan hasil pemodelan. Hasil analisis belum dapat ditetapkan sebagai model aturan kendali adaptif (akan diimplementasikan pada Mikrokontroller) sebelum dapat dibuktikan melalui simulasi.


BAB 4
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN


Pada bagian ini, pembahasan mengenai hasil perancangan sistem kendali adaptif model acuan untuk kendalian tak linier dibagi ke dalam dua buah model kendalian tak linier, yaitu sistem pengendalian temperature ruang dan sistem pengendalian kestabilan pendulum terbalik.

4.1. Sistem Kendali Adaptif Untuk Kendalian Suhu Ruang
Gambar 4.1 mengilustrasikan bentuk fisik sistem Pengatur Suhu Ruang:

Gambar 4.1 Konstruksi miniatur ruangan.

Keterangan Gambar Konstruksi Miniatur Ruangan:
i = Termometer
ii = Penyidik suhu LM 335z
iii = Motor Listrik
iv = Pembuang Panas (Fan)
v = Jendela
vi = Saklar Penyidik suhu
vii = Saklar Pembuang Panas (Fan)
viii = Saklar Pemanas ruangan (Heater)
ix = Saklar pengaturan tingkat pemanasan

Prosedur Pengukuran:
1. Menyiapkan kabel penghubung
2. Mencatat suhu ruangan
3. Meng-onkan Heater
4. Mencatat perubahan waktu yang terjadi sampai termometer menunjukkan suhu
40 oC.
5. Meng-offkan heater
6. Meng-onkan Fan
7. Mencatat perubahan waktu yang terjadi antara suhu 40 oC sampai 34 oC.
8. Meng-offkan fan
Dari pengukuran langsung pada sistem, diperoleh data-data pada Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Data-Data Pengukuran Sistem Pengatur Suhu Ruang

Suhu Awal To(oC) Suhu Akhir Ta(oC) Waktu (detik) Keterangan
34 40 16,41 Heater on
40 34 279 Fan on

Sehingga dapat dihitung nilai-nilai berikut:










Gambar 4.2. Diagram Waktu Tegangan Terukur pada Pengendali dan Relay

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa besarnya tegangan keluaran pada relay dapat dinyatakan melalui persamaan berikut:
UTP = Vr + V dan LTP = Vr – V
Gambar 4.3 memperlihatkan sebuah model linier kendalian sistem pengatur suhu ruang. Model tersebut diturunkan dari model pada Gambar 3.4 dengan menggunakan teknik pendekatan describing function yang secara detil dibahas pada Apendiks A dari laporan teknis penelitian ini.



Gambar 4.3. Model simulink perbandingan sistem pengatur suhu ruang untuk model linier dan nonlinier dari kendalian.

Dari diagram model simulink pada Gambar 4.3, model fungsi alih dari model acuan untuk sistem kendali adaptif diperoleh sebagai berikut:

(4.1a)

Yang dari Gambar 4.3, terlihat bahwa K=1 dan =50. Sehingga (4.1a) dapat ditulis sebagai

(4.1b)



Gambar 4.4. Hasil simulasi perbandingan output plant (y), dan model acuan (ym) dan error (e). Pengukuran dilakukan pada output sensor dengan K=1, dan T=80.


Gambar 4.4 menunjukkan hasil simulasi perbandingan model acuan linier dengan model tak linier pendulum terbalik untuk nilai K=1 dan =80. Sedangkan Gambar 4.5 adalah hasil lain dengan K=1 dan =50. Dari kedua hasil simulasi nampak bahwa model acual linier dengan =50 lebih memenuhi spesifikasi tanggapan suhu yang diharapkan karena memiliki riak (overshoot) yang lebih kecil. Pemilihan nilai T dilakukan dengan eksperimen langsung melalui simulasi Matlab/Simulink.

Gambar 4.5. Hasil simulasi perbandingan output plant (y), dan model acuan (ym) dan error (e). Pengukuran dilakukan pada output sensor dengan K=1, dan T=50.

Pada keluaran plant terlihat bahwa a menunjukkan perbandingan interval kenaikan suhu terhadap waktu ketika heater on dan b menunjukkan perbandingan interval penurunan suhu terhadap waktu ketika fan on. Dari Tabel 4.1 dapat dilihat ∆T dan ∆t ketika heater/fan on sehingga diperoleh nilai a = 0,366 dan b = 0,021. Dengan melihat kedua nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa lama waktu kenaikan suhu ketika heater on lebih cepat daripada penurunan suhu ketika fan on.
Ketidaklinearan “on-off” dengan histeresis yang terjadi akibat penggunaan relay yang menghasilkan “limit cycle” pada kurva keluaran plant. Pada umumnya, sistem kontrol tidak boleh memiliki perilaku “limit cycle”, meskipun “limit cycle” dengan amplitudo kecil dalam suatu penerapan tertentu. Oleh karena itu, dirancang suatu model acuan yang menghasilkan keluaran yang stabil.


4.1.1 Perancangan Model Aturan Kendali Adaptif Model Acuan
Model simulasi untuk aturan kendali adaptif model acuan ditunjukkan pada Gambar 4.6 yang dirancang menggunakan aturan aturan MIT (metode Gradient). Model tersebut diturunkan dari hasil perhitungan aturan adaptasi dengan menggunakan metode gradient, yaitu bahwa untuk meminimalkan fungsi biaya
(4.2a)

maka cukup beralasan untuk mengubah parameter kendali  dalam arah negatif terhadap gradien J, yaitu,
(4.2b)

Koefisien  adalah koefisien laju adaptasi. Turunan parsial e/ disebut juga “turunan sensivitas” yang menunjukkan sensivitas kesalahan terhadap perubahan parameter yang berubah secara adaptif. Jika dianggap bahwa perubahan parameter lebih lambat daripada variabel lain dalam sistem, maka turunan e/ dapat dievaluasi dengan anggapan bahwa  adalah konstan.
Selanjutanya pada subbab ini akan kita bahas mengenai kendali adaptif model acuan untuk sistem orde-dua berdasarkan aturan MIT (sesuai pendekatan orde-2 dari kendalian pengatur suhu ruang). Tinjau suatu sistem dengan model persamaan berikut:
(4.2c)

Aturan kendali akan dirancang sedemikian sehingga mengikuti model acuan berikut:
(4.2d)

Dengan struktur kendali sebagai berikut:
(4.2e)

Seperti pada cara sebelumnya, maka pertama kita akan menurunkan persamaan kesalahan yang mengandung parameter kendali 1, 2, dan 3 dengan mensubstitusi (4.2e) ke dalam (4.2c),
(4.2f)

Selanjutnya diperoleh turunan persamaan kesalahan terhadap parameter 1
(4.2g)

Turunan persamaan kesalahan terhadap parameter 2 adalah
(4.2h)

Dan akhirnya turunan persamaan kesalahan terhadap parameter 3 diperoleh
(4.2i)

Persamaan (4.2l) belum dapat digunakan karena masih mengandung parameter a1, a2, dan b yang pada dasarnya tidak diketahui secara pasti. Oleh karena diperlukan suatu pendekatan khusus dengan cara menyisipkan (4.2e) ke dalam (4.2c) serta diikuti dengan menyamakan nilai masing-masing koefisien dari variabel-variabel persamaan (4.2c) dan (4.2d). Maka diperoleh bahwa untuk dapat memaksakan model proses dapat mengikuti model acuan, nilai-nilai parameter kendalinya adalah
(4.2j)
Sehingga diperoleh hasil pendekatan bahwa
(4.2k)

Sehingga persamaan adaptasi parameter kendali masing-masing adalah:
(4.2l)
Nampak bahwa parameter b masih muncul. Dengan mensubstitusi ’= bm/b maka diperoleh:

(4.2m)

Gambar 4.6 menunjukkan hasil rancangan arsitektur sistem kendali adaptif model acuan berbasis teori Lypaunov berdasarkan persamaan aturan adaptasi parameter kendali (4.2m), model acuan (4.2d) dan persamaan aturan kendali (4.2e).


Gambar 4.6. Pemodelan Kendali Adaptif Model Acuan pada sistem kendali suhu ruang dengan metode gradient.
4.1.2. Hasil Simulasi
Simulasi yang dilakukan pada bagian ini dilakukan dengan memberi dua jenis masukan ke dalam sistem, yaitu masukan undak dan masukan sinusoidal. Gambar 4.7 – 4.9 menunjukkan hasil simulasi dengan masukan undak 0.8 satuan, sedangkan Gambar 4.10 dan 4.11 menunjukkan hasil yang lain dengan masukan sinusoidal. Kedua hasil telah menunjukkan bahwa kendali adaptif mampu membuat pita pergerakan suhu udara dalam ruang menjadi lebih tipis dibandingkan bila tidak menggunakan kendali adaptif. Pada setiap gambar simulasi juga terlihat bagaimana sinyal kendali bekerja dan efeknya terhadap sinyal keluaran rele. Dalam hal ini rele elektronis mengeluarkan sinyal “on” (yang berarti pemanas bekerja, kipas diam) atau “off” (yang berarti pemanas berhenti, kipas berputar).

Gambar 4.7. Hasil simulasi sistem kendali adaptif model acuan dengan masukan sinyal tegangan undak 0.8V untuk masing-masing dari atas ke bawah. Sinyal output kendalian dan model acuan. Sinyal kesalahan kendalian dan model acuan. Parameter-parameter pengendali. Sinyal kendali dan output rele. (Laju adaptasi =0.1, kondisi awal parameter pengendali [(0)]=[0,15,0]).

Sistem pengatur suhu ruang menanggapi proses pemanasan dengan cepat, dan menanggapi proses pendinginan dengan lambat. Hal inilah yang menyebabkan sistem ini hanya mampu menanggapi dengan baik sinyal komando sinusoidal dengan frekuensi tertentu. Fenomena ni ditunjukkan pada hasil simulasi Gambar 4.10 dan 4.11.

Gambar 4.8. Hasil simulasi sistem kendali adaptif model acuan seperti pada Gambar 4.7 (Laju adaptasi =0.1, kondisi awal parameter pengendali [(0)]=[17,15,0]).

Gambar 4.9 Hasil simulasi sistem kendali adaptif model acuan seperti pada Gambar 4.8 dengan rentang waktu yang diperkecil (Laju adaptasi =0.12, kondisi awal parameter pengendali [(0)]=[17,15,0]).

Gambar 4.10. Hasil simulasi sistem kendali adaptif model acuan seperti pada Gambar 4.9 dengan tegangan input sinusoidal 10-4 Hz (Laju adaptasi =0.1, kondisi awal parameter pengendali [(0)]=[4.5,5,0]).

Gambar 4.11. Hasil simulasi sistem kendali adaptif model acuan seperti pada Gambar 4.10 dengan tegangan input sinusoidal 2x10-4 Hz.
4.2. Sistem Kendali Adaptif Untuk Kendalian Pendulum Terbalik
4.2.1. Linierisasi Model Tak Linier ke dalam Bentuk Model Linier
Persamaan (3.11) adalah persamaan non-linier, sehingga prosedur untuk mencari jawab persoalan yang melibatkan sistem non-linier tersebut sangat kompleks. Oleh sebab itu untuk menyederhanakan analisis perlu diadakan liniearisasi. Liniearisasi model matematik non linier adalah penggambaran suatu sistem yang akan membentuk persamaan matematika non linier menjadi persamaan matematik linier. Liniearisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan menganggap bahwa sudutnya () adalah kecil, dan dengan cara menggunakan deret Taylor.

A. Teknik I
Apabila pendulum terbalik distabilkan dan tidak ada gesekan pada titik tumpu dan setiap roda kereta, juga sudut  adalah kecil, sedemikian rupa maka:

Maka dari persamaan (3.10) diperoleh
(4.3a)
Dengan mensubtitusikan persamaan (4.3a) diatas, maka diperoleh

(4.3b)
Dari persamaan (4.3b) akan diperoleh persamaan keadaan yang secara serempak dapat dinyatakan dalam notasi vektor matriks:
(4.3c)

Secara umum dapat dituliskan sebagai persamaan keadaan dan persamaan keluaran y = Cx dengan


B. Teknik II
Dari empat persamaan keadaan (3.11) ada dua persamaan dinamik yang non-linier, yaitu masing-masing
(4.4a)
Upaya untuk memperoleh pendekatan linier pada sistem non-linier ini dapat diselesaikan dengan menguraikan persamaan:

(4.4b)
menjadi deret Taylor di sekitar titik kerja . Selanjutnya persamaan (4.4b) menjadi:


…… (4.5)

Dimana turunan parsial di hitung pada , bentuk-bentuk orde-orde tinggi dapat diabaikan. Dengan liniearisasi persamaan non-linier titik kerja normal selanjutnya diperoleh persamaan:
(4.6a)
dimana:
* (4.6b)

(4.6c)
* (4.6d)

(4.6e)

Sehingga dari persamaan (4.6a) akan diperoleh:
(4.6f)

Dari persamaan (4.6) akan diperoleh persamaan keadaan yang secara serentak dalam notasi vektor matriks dapat dituliskan:
(4.7a)

Dengan demikian, maka dengan cara ini persamaan keadaan untuk model linier sistem pendulum terbalik dapat diturunkan dengan Teknik Deret Taylor.
Dengan demikian liniearisasi baik dengan cara I maupun cara II telah menghasilkan model linier sistem pendulum terbalik yang dapat dituliskan sebagai persamaan keadaan dan persamaan keluaran y = Cx dimana
(4.7b)


4.2.2. Stabilisasi Model Linier Tak Stabil
Dengan parameter-parameter sebagai berikut:
M = 2,4 kg, m = 0,23 kg, = 0,36 m, g = 9,8 m/dtk2
diperoleh nilai untuk peubah-peubah dalam model nonlinier dan linier sistem pendulum terbalik. Untuk memperoleh suatu model linier yang stabil, maka digunakan umpan-balik peubah keadaan berupa x1 dengan K1, x2 dengan K2, x3 dengan K3 dan x4 dengan K4.
Dengan matriks K berupa umpan balik dari sistem kalang tertutup, maka diperoleh bentuk persamaan matriks kalang tertutup (Ac1). Dengan demikian diperoleh persamaan karakteristik kalang tertutup sistem seperti pada bentuk persamaan (4.8), yaitu :

 0 0 0 0 0 1 0 0
Q() = 0  0 0 - 0 0 0 1 - 0 [K1 K2 K3 K4]
0 0  0 0 -0,94 0 0 0,42
0 0 0  0 29,83 0 0 -1,16

Q() = 4+(-0,42K3+1,16K4)3+(-0,42K1+1,16K2-29,83)2+(11,44K3)+12,13K1 = 0 …… (4.8)
Pada persamaan (4.8), dapat diketahui kestabilan nilai K, dengan menggunakan syarat kestabilan Routh, dengan cara menyusun koefisien untuk persamaan (4.8), sebagai berikut:

S4 : 1 -0,42K1+1,16K2 –29,83 12,13K1
S3 : -0,42K3+1,16K4 11,44K3 0

11,44K3
S2 : (-0,42K1+1,16K2–29,83)- 12,13K1
(-0,42K3+1,16K4)
(-0,42K3+1,16K4)12,13K1
S1 : 11,44K3 –
11,44K3
(-0,42K1+1,16K2-29,83 - )
-0,42K3+1,16K4

S0 : 12,13K1

Agar stabil, syarat pertama adalah semua koefisien Q() harus bernilai positif:
K1 > 0
K3 >0
K2 > K1 +29,83
K4 > K3
Syarat kedua, kolom pertama dari Tabel Routh harus positif, yaitu
S3 : K4 > 0,42/1,16 K3
11,44K3
S2 :  < (-0,42K1+1,16K2-29,83)
-0,42K3+1,16K4
(-0,42K3+1,16K4)12,13K1
S1 : < 11,44K3
12,13K1
(-0,42K1+1,16K2 –29,83 - )
-0,42K3+1,16K4
S0 : K1 > 0

Dengan mengambil contoh 1 = 10 + i, 2 = 10 – i dan 3 = 4 = -0.5, maka diperoleh
Q() = ( + 10 + i ) ( +10 – i) ( + 0.5) ( + 0.5)
= 4 + 21 3 + 121.25 2 +106  + 25.25 (4.9)
Dengan mensubtitusikan persamaan (4.9) ke persamaan (4.8), maka akan diperoleh nilai sebagai berikut:
-0,42K3 + 1,16K4 = 21
-0,42K1 + 1,16K2 – 29,83 = 121.25
11,44K3 = 106 (4.10)
12,13K1 = 25.25
Dengan demikian harga umpan balik keadaan K1, K2, K3, dan K4 adalah sebagai berikut:
K1 = 2,08
K2 = 130,99
K3 = 9,27
K4 = 21,46
Dengan demikian diperoleh tanggapan keluaran dari sistem berupa grafik yang terdiri dari keluaran berupa posisi kereta, posisi sudut pendulum, kecepatan posisi kereta dan kecepatan sudut pendulum terbalik.

Waktu(detik)
Gambar 4.12. Hasil simulasi model nonlinier pendulum berupa posisi kereta terhadap masukan tangga satuan tanpa pengendali.


Waktu(detik)
Gambar 4.13. Hasil simulasi model nonlinier pendulum berupa posisi sudut pendulum terhadap masukan tangga satuan tanpa pengendali.


Waktu(detik)
Gambar 4.14 Hasil simulasi model nonlinier pendulum berupa kecepatan posisi kereta terhadap masukan tangga satuan tanpa pengendali.


Waktu(detik)
Gambar 4.15 Hasil simulasi model nonlinier pendulum berupa kecepatan sudut pendulum terhadap masukan tangga satuan tanpa pengendali.


Pada Gambar 4.12 sampai Gambar 4.15 terlihat, baik itu posisi kereta, posisi sudut pendulum, kecepatan posisi kereta dan kecepatan sudut pendulum tidak mencapai kestabilan. Hal ini disebabkan model nonlinier yang dipergunakan pada persamaan 3.11 dan juga tidak memenuhi syarat kestabilan, yaitu terdapat akar persamaan karakteristik di sebelah kanan bidang kompleks. Oleh karena itu, dirancang suatu cara untuk menstabilkannya yaitu dengan umpan-balik status. Hasil simulasi terlihat pada Gambar 4.16 sampai Gambar 4.19. Namun demikian dari hasil simulasi, kendali umpanbalik status (full-state feedback control) tidak dapat menstabilkan sistem non linier dari pendulum terbalik.


Waktu(detik)
Gambar 4.16. Hasil simulasi model linier pendulum berupa posisi kereta terhadap masukan tangga satuan dengan pengendali umpanbalik status.



Waktu(detik)
Gambar 4.17. Hasil simulasi model linier pendulum berupa posisi sudut pendulum terhadap masukan tangga satuan dengan pengendali umpanbalik status.


Waktu(detik)
Gambar 4.18. Hasil simulasi model linier pendulum berupa kecepatan posisi kereta terhadap masukan tangga satuan dengan pengendali umpanbalik status.


Waktu(detik)
Gambar 4.19. Hasil simulasi model linier pendulum berupa kecepatan sudut pendulum terhadap masukan tangga satuan dengan pengendali umpanbalik status.

Ternyata kendali umpan-balik status tidak dapat menstabilkan model nonlinier dari pendulum, maka dirancanglah suatu mekanisme adaptasi sistem kendali adaptif model acuan dan dapat dilihat hasil simulasinya pada Gambar 4.21 sampai Gambar 4.24.

4.2.3. Perancangan Aturan Kendali Adaptif Model Acuan
A. Penurunan dari Bentuk Umum Persamaan Ruang Keadaan
Perhatikan model persamaan ruang keadaan proses berikut:
(4.11)
Diharapkan untuk merancang aturan kendali sehingga model proses mengikuti perilaku model acuan berikut:
(4.12)
Bentuk umum kendali linier adalah

(4.13)
Dalam hal ini m = jumlah variabel masukan dan = jumlah variabel keadaan. Selanjutnya persamaan kesalahan dan turunan persamaan kesalahan ditulis sebagai berikut:
(4.14)
Dengan menambahkan dan mengurangkan dengan Amx pada sisi kanan persamaan (4.14) akan diperoleh

(4.15)
Untuk memperoleh persamaan ekualitas, telah dianggap bahwa kondisi untuk kesamaan mutlak model proses dan model acuan telah dipenuhi. Untuk menurunkan aturan adaptasi paramater, maka diperkenalkan fungsi Lyapunov berikut:
(4.16)
Matriks P adalah matriks definit positip. Fungsi V adalah fungsi definit positip. Untuk membuktikan apakah fungsi V pada (4.16) adalah fungsi Lyapunov, maka kita menghitung total turunan V terhadap waktu. Sehingga diperoleh:

(4.17)

Matriks Q adalah matriks definit positif sedemikian hingga berlaku hubungan
(4.18)
Mengingat kembali teorema Lyapunov bahwa akan selalu dapat ditemukan pasangan matriks definit positif P dan Q jika matriks Am adalah matriks yang menggambarkan sietem yang stabil. Apabila dipilih aturan adaptasi parameter kendali menjadi
(4.19)
Dimana θ merupakan vektor dengan komponen (θ1, θ2, …, θn , θn+ ), maka diperoleh (Catatan: sistem orde-n akan mempunyai n+ parameter kendali adaptasi θ)
(4.20)
Persamaan (4.20) menunjukkan bahwa turunan fungsi Lyapunov bersifat negatif semi-definit bukan negatif definit. Berdasarkan teori Lyapunov, hal ini mengimplikasikan bahwa untuk variabel kesalahan e dan parameter adaptasi (θ1, θ2, …, θn , θn+ ) mesti dibatasi, dimana batasan tersebut menjamin bahwa V(θ,t) < V(e, θ1, θ2, …, θn , θn+ ,t) untuk t > 0, atau fungsi Lyapunov V bersifat positif definit.

B. Penurunan dari Model Linier Pendulum Terbalik
Kendalian tak linier pendulum terbalik, akan dikendalikan oleh kendali adaptif model acuan yang diturunkan dari model liniernya (Perhatikan Subbab 4.2.1 dan persamaan 4.7). Dengan memilih secara bebas parameter-parameter kendalian sebagai berikut:
M = 1 kg, m = 0.1 kg, = 1 m, g = 9,8 m/dtk2, maka:
(4.21)
Sehingga model acuan yang dipilih adalah
…(4.22)
Aturan kendali adaptif adalah (lihat persamaan 4.13):
(4.23a)
Yang mana parameter-parameter pengendali adalah:
(4.23b)
Sehingga
(4.24a)
(4.24b)
Selanjutnya diperoleh:
(4.25a)
(4.25b)
Uraian dari komponen (term) persamaan 4.15 adalah
(4.26a)
Dengan mengaugmentasi kedua persamaan di atas maka diperoleh:
(4.26b)
Dengan mengurai kembali persamaan di atas dan dengan mengganti vektor  dengan vektor ( – 0), yang mana 0 adalah nilai konvergen dari  maka diperoleh:
…(4.27)
Persamaan di atas dapat diringkas dalam bentuk persamaan berikut:
(4.28)
Selanjutnya persamaan turunan kesalahan dari (4.15) telah dimodifikasi menjadi
(4.29)
Dan dengan menurunkan kandidat fungsi Lyapunov (4.16) dan turunannya (4.17), maka persamaan aturan adaptasi parameter kendali (4.19) diperoleh menjadi
(4.30)
Matriks P adalah matriks positif definit yang diperoleh seperti pada (4.18). Jadi aturan adaptasi parameter-parameter kendali adalah:
(4.31)










Gambar 4.20. Model simulasi MRAC pada sistem pendulum terbalik dengan teori Lyapunov.


4.2.4. Hasil Simulasi
Hasil simulasi untuk mengamati kinerja pendulum terbalik yang dikendalikan oleh kendali adaptif model acuan berbasis teori Lyapunov ditunjukkan pada Gambar 4.21–4.26. Simulasi dilakukan dengan mengubah parameter-parameter kendalian dan mengamati bagaimana kendali adaptif dapat beradaptasi terhadap perubahan tersebut.


Gambar 4.21. Hasil simulasi untuk sinyal komando uc dan sinyal kendali u untuk M=1 kg, m=0.1 kg, g=9.8, l=1m. =6. x2(0)=0.1 rad.

Gambar 4.22. Peubah keadaan untuk M=1 kg, m=0.1 kg, g=9.8, l=1m. =6. x2(0)=0.1 rad.

Gambar 4.23. Parameter pengendali untuk M=1 kg, m=0.1 kg, g=9.8, l=1m. =6. x2(0)=0.1 rad.


Gambar 4.21 – 4.23 menunjukkan hasil simulasi untuk nilai-nilai kendalian: M=1 kg, m=0.1 kg, g=9.8, l=1m. Konstanta laju adaptasi dipilih =6 dan simulasi diawali dengan nilai awal sudut pendulum sebesar 0.1 rad. Sedangkan Gambar 4.24 – 4.26 menunjukkan hasil simulasi untuk nilai-nilai kendalian: M=1 kg, m=0.3 kg, g=9.8, l=0.5m. Konstanta laju adaptasi dipilih =4 dan simulasi juga diawali dengan nilai awal sudut pendulum sebesar 0.1 rad. Kedua rangkaian simulasi masing-masing menunjukkan sinyal komando uc dan tanggapan sinyal kendali u, tanggapan seluruh variabel keadaan, dan parameter kendali.
Rangkaian hasil simulasi pada Gambar 4.21 – 4.23 menunjukkan bahwa kendali adaptif model acuan mampu menstabilkan sistem non linier dari pendulum terbalik. Posisi pendulum terbalik yang dipasang pada kereta mampu dipertahankan pada posisi tegak. Kecepatan gerak kereta dan kecepatan gerak pendulum mampu dibawa ke kondisi diam bila kereta diberi hasutan gaya geser ke kiri dan ke kanan. Selain mampu menstabilkan, kendali adaptif model acuan berbasis teori Lyapunov juga mampu membuat seluruh variable keadaan sistem men”tracking” pergerakan model acuan.



Gambar 4.24. Hasil simulasi untuk sinyal komando uc dan sinyal kendali u untuk M=1 kg, m=0.3 kg, g=9.8, l=0.5 m. =4. x2(0)=0.1 rad.

Gambar 4.25. Peubah keadaan untuk M=1 kg, m=0.3 kg, g=9.8, l=0.5 m. =4 dan x2(0)=0.1 rad.

Gambar 4.26. Parameter pengendali untuk M=1 kg, m=0.3 kg, g=9.8, l=0.5 m. =4. x2(0)=0.1 rad.


Meskipun parameter-parameter kendalian diubah, kendali adaptif model acuan masih mampu mengendalikan seluruh variabel keadaan sistem pendulum terbalik hingga tetap stabil dan mampu mengikuti perilaku model acuan seperti yang diharapkan. Hal ini ditunjukkan oleh serangkaian hasil simulasi pada 4.24 – 4.26.
Dari kedua rangkaian simulasi dapat disimpulkan bahwa kendali adaptif masih mampu mempertahankan kinerjanya meskipun parameter-parameter dari model kendalian mengalami perubahan.