Friday, February 13, 2009

PENERAPAN ISM CODE UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN KETRAMPILAN DALAM PENGOPERASIAN ALAT-ALAT KESELAMATAN KAPAL

NAMA : LAURENT
NIP : 244 308 014


BAB I
PENDAHULUAN


1.1. LATAR BELAKANG

Peraanan kapal sebagai salah satu alat transportasi laut yang sangat diperlukan untuk menunjang pemerataan tingkat kemajuan ekonomi antar pulau serta kemajuan tehnologi, budaya dan lain–lain dalam suatu negara. Juga dapat membina hubungan kerja sama antar negara-negara tetangga dalam tukar menukar teknologi dengan negara maju atau sederajat. Banyak sekali yang telah menjadi manfaat dalam sarana angkutan laut, antara lain perdagangan yang dapat memajukan negara kita, serta teknologi canggih yang dapat diserap oleh negara kita, hal tersebut juga termasuk expor dan impor barang - barang yang banyak atau sebagian besar melalui laut, karena membuat suatu jaminan lancar aman, cepat dan biaya pengangkutan yang jauh lebih murah dari angkutan melalui udara.
Maka dalam hal ini perlu ditingkatkan bagaimana mengembangkan manusia perhubungan guna meningkatkan jasa dalam pelayaran yang sebaik mungkin guna kepentingan masyarakat luas.
Semenjak diberlakukannya ISM Code pada tanggal 1 juli 1998 melalui resolusi IMO A.741(18). Banyak pihak yang tLain dari pada itu manusia perhubungan khususnya bagi libat dalam pengoperasian kapal berharap, bahwa setelah diberlakukannya Code ini dapat dicapai sedikit demi sedikit . Bagi personil yang telah belajar banyak tentang ISM Code akan sangat mengenal obyektif dari Code ini, yaitu memastikan keselamatan di laut,mencegah akan cedera atau kehilangan jiwa manusia dan menhindari kerusakan lingkungan.
Semua sarana angkutan laut semua dilakukan oleh Pelaut-pelaut yang telah dibina dalam keadaan siap pakai. Dalam keadaan seperti inilah maka orang-orang yang berada di atas kapal atau pekerja di atas kapal akan tidak mengalami kesulitan dalam pengoperasian segala alat-alat keselamatan atau pertolongan di atas Kapal dengan lancar dan baik.
Kebiasaan yang terjadi bila ada suatu kecelakaan pada tahun-tahun sebelumnya banyak yang gagal dalam menanggulangi suatu kecelakaan yang ada di kapal karena kurangnya pengetahuan mengenai cara penggunaan alat-alat keselamatan.
Dari sini dapat membuat suatu makalah yang berjudul dalam Kertas kerja ini yaitu:
"PENERAPAN ISM CODE UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN KETRAMPILAN DALAM PENGOPERASIAN ALAT-ALAT KESELAMATAN KAPAL”.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang permasalahan dan penelitian yang dilakukan selama berada di atas kapal MV. SAFANIYA-6 pada Perusahaan ARAMCO, KERAJAAN SAUDI ARABIA dimana penulis dapat menemukan beberapa masalah dan merumuskan permasalahan yang ada, untuk selanjutnya akan dibahas pada Bab-Bab yang berikutnya. Adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pengoperasian alat-alat keselamatan di kapal dan di laut melalui penerapan ISM Code.
2. Bagaimana meningkatkan pengetahuan awak kapal mengenai alat-alat keselamatan di kapal maupun di laut melalui pelaksanaan tugas dan prosedur latihan yang disesuaikan dalam ISM Code.

1.3. RUANG LINGKUP BATASAN

Berdasarkan judul yang diambil Penulis yang mengacu dari pengalaman kerja selama berlayar di atas kapal MV. SAFANIYA-6, mengenai perhatian yang sangat kurang bagi Anak Buah kapal dalam alat-alat keselamatan, tentu sangat luas ruang lingkup pembahasannyai, maka dalam hal ini perlunya diberikan batasan-batasan agar supaya dapat diuraikan secara singkat tapi jelas, karena tanpa pembatasan penulis tidak akan dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun batasan ruang lingkupnya yaitu mengenai peningkatan pengetahuan dan ketrampilan Anak Buah Kapal dalam mengoperasikan alat-alat keselamatan di atas kapal melalui penerapan ISM Code.

1.4. METODE PENELITIAN

Dalam uraian pokok-pokok penulis menggunakan pengumpulan data-data, baik data-data primer maupun sekunder, yang diperoleh selama melakukan penelitian dengan sumber-sumber sebagai berikut :
1.4.1. Diambil dari pengalaman penulis yang pernah bekerja dan menjalankan ISM CODE secara internal maupun eksternal, di atas kapal maupun di laut, termasuk di perusahaan pelayaran MV. SAFANIYA-6.
1.4.2. Dengan mempelajari buku-buku ISM Code dan pedoman keselamatan operasional serta buku-buku penunjang lainnya.
1.4.3. Mengadakan konsultasi dengan sesama rekan seprofesi di kapal, serta mendapatkan saran dan arahan dosen pembimbing makalah.

1.5. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN

Tujuan utama penelitian ini dilakukan adalah untuk penyusunan makalah yang merupakan kewajiban dalam memenuhi salah satu syarat program Upgrading ANT-1 yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta. Sedangkan kegunaan penelitian diadakan ialah untuk mencapai sasaran dan mencari solusi perihal penerapan ISM Code dalam meningkatkan penggunaan dan ketrampilan alat-alat keselamatan kapal secara keseluruhan, yang dalam pemecahan masalahnya ditetapkan melalui beberapa kriteria dan tahapan evaluasi untuk meningkatkan efektifitas dan efisien operasional kapal melalui peningkatan keselamatan dan pencegahan kecelakaan yang diakibatkan kurangnya kesadaran dan tidak adanya pemahaman mengenai alat-alat keselamatan dan fungsi-fungsi managemen keselamatan ISM Code.






BAB II
DATA DAN MASALAH




2.1. DATA

Data-data dan informasi dari hasil penelitian terdahulu sesama rekan-rekan seprofesi yang berhasil dihimpun dan dijadikan contoh melalui diketahui Kapal yang dinyatakan layak laut adalah kapal yang memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan oleh organisasi kelautan dan memenuhi standarisasi ISM Code. Baik yang internasional maupun peraturan suatu negara tertentu, adapun persyaratan yang harus dilengkapi oleh kapal selain dokumen-dokumen, juga harus dilengkapi dengan alat-alat keselamatan kerja anak kapal yang sesuai peraturan diatas kapal atau negara yang mereka tempati untuk pelaksanaan bongkar muat barang.
Alat-alat keselamatan di atas kapal harus lengkap juga diwajibkan untuk semua ABK mesin bisa menggunakan dengan baik dari alat-alat tersebut, terutama para perwira mesin, alat-alat keselamatan tersebut juga harus ditempatkan dengan baik, mudah dijangkau dan dirawat dengan baik. Hal ini untuk menjaga jika digunakan pada saat melakukan aktifitas kerja dalam keadaan siap pakai, sehingga dapat terhindar dari kecelakaan kerja.
Dari data-data dan informasi yang berhasil dikumpulkan diketahui bahwa sering terjadinya kecelakaan khususnya di kamar mesin umumnya terjadi akibat faktor manusianya atau disebut juga "Human Error". Data-data dan informasi ini diperkuat oleh penelitian Dr. Suma'mur PK.MSc yang menulis dengan bukunya "Keselamatan kerja dan Pencegahan Kecelakaan". Disebutkan bahwa dari informasi dan data-data kecelakaan yang terjadi 80% - 85% diakibatkan oleh kecerobohan atau kelalaian manusia, dampak yang terjadi dapat mengakibatkan kecelakaan yang sangat fatal atau korban jiwa, hal ini dapat merugikan diri pribadi juga keselamatan orang lain serta menghambat pengoperasian kapal.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk keselamatan kerja ditujukan juga khusus kepada aspek manusianya dan kepada tehnik serta mekaniknya. Untuk mengatasi hal tersebut adalah pemilik kapal/pencharter harus melengkapi alat-alat keselamatan kerja yang dibutuhkan.
Selain itu peranan perwira yang bertanggung jawab dalam memberi penyuluhan, pengertian, penggunaan alat-alat yang mereka gunakan serta fungsinya, dan bila ada ABK yang melanggar peraturan tersebut diberi sangsi atau surat peringatan. Tindakan kedisiplinan yang diambil perwira yang bertanggung jawab, banyak ABK menganggap tidak konsekwen atau mencari kesalahan dan mencari muka ke perusahaan. Prinsip semacam ini harus diluruskan dan diberi penjelasan dengan gamblang (secara mendetail).
Keadaan semacan ini kami maklumi kita tahu bahwa anak buah kapal tingkat penganalisaannya terbatas dan kurang pengalamannya, bukan hanya itu melainkan pisik dan mentalnya kurang, inipun dipengaruhi asal usul ABK serta keterampilan yang dimilikinya masing-masing ABK itu sendiri. Kondisi semacam ini bukan hanya dipengaruhi pendidikan atau pengalamannya, tapi banyak perwira-perwira tampil di lingkungan kerja tidak menggunakan pakaian kerja yang semestinya, perilaku semacam itu tidak mencerminkan sebagai seorang perwira (pemimpin di atas kapal).
Berikut akan memberikan gambaran-gambaran bahwa keselamatan jiwa di laut pada hakekatnya tidak hanya pada saat kapal tenggelam melainkan di waktu bekerja pun harus diperhatikan keselamatan fisik dan jiwa juga tehnik serta mekanik, tetapi juga kesiapan dari peralatannya untuk digunakan selalu siap dan baik. Pada saat diadakan pemeriksaan oleh safety inspection di areal pelabuhan Tanajib Saudi Arabia saat sedang sandar.
Pada tanggal 22 februari 2007 kapal MV. SAFANIYA-6 sedang melakukan kegiatan bongkar muat, safety inspection mengadakan pemeriksaan tiba serta mengontrol kegiatan kapal yang tidak aman. Dan kadang naik ke kapal mengecek kegiatan di atas kapal yang mencurigkan, pada saat itu safety inspection naik ke kapal MV. SAFANIYA-6 memeriksa alat-alat pemadam kebakaran dan keselamatan kerja.
Pada saat itu seorang Oliman sedang mengganti lampu sorot di tiang tengah haluan tanpa menggunakan pakaian kerja yang layak yaitu : werpak, sepatu kerja melainkan memakai baju kaos, bercelana pendek, menggunakan sandal, tidak dilengkapi safety belt dan pemasangan lampu telah selesai kemudian dipanggil turun, kemudian ditanya mengapa melakukan pekerjaan tanpa dilengkapi alat-alat keselamatan kerja, maka tersenyum bukan karena mengerti tetapi tidak mengerti apa yang dikatakan petugas tersebut, sebab tidak mengerti berbahasa Inggris lalu dipanggil Chif Officer sebagai penterjemah, Griser tersebut membuat alasan bahwa menggunakan alat-alat keselamatan kerja membuat merasa tidak bebas bergerak melakukan tugas kerja dan merasa sangat panas/gerah.
Kemudian semua klasi bekerja pemasangan hose (selang) karet memakai werpak, tapi tidak menggunakan helm, sepatu kerja dijadikan sepatu sandal/dilipat bagian belakangnya. Ini semua mendapat teguran/poin, kegiatan-kegiatan bongkar distop dan diperintahkan Chif Officer agar semua ABK Deck menggunakan pakaian kerja sesuai dengan aturan internasional, baru diperkenankan melakukan kegiatan muat bongkar, mereka kembali bekerja kondisi ini sangat merugikan perusahaan karena waktu dan mendapatkan poin dari pihak Tanajib Port Control.
Setelah selesai semua para petugas dan perwira ke Officer Room, ternyata Nakhoda dan Chief Engineer kapal MV. SAFANIYA-6 mendapat teguran keras dari Safety Inspection kemudian petugas melaporkan ke perusahaan agar memperbaharui alat-alat keselamatan kerja yang sudah usang. Dengan data-data dan informasi tersebut terjadi di atas maka setiap kapal perlu diperhatikan mengenai kelengkapan alat-alat keselamatan kerja dan diawaki oleh pelaut-pelaut yang mempunyai kualitas yang bertanggung jawab terhadap keselamatan dirinya dan lingkungannya juga pengoperasian kapal.
Dengan demikian teorinya akan sangat merugikan perusahaan maupun orang lain jika terjadi kecelakaan kerja, selain itu perlu diperhatikan mengenai perawatan dan alat-alat keselamatan tersebut, tanpa adanya perawatan yang baik maka akan menimbulkan permasalahan jika terjadi kecelakaan dimana kecelakaan yang seharusnya bisa dihindari dengan cepat agar tidak menimbulkan permasalahan demi kelancaran pengoperasian kapal.
Ternyata prosentase ABK MV. SAFANIYA-6 yang belum memahami systim kerja yang dianjurkan sesuai ISM Code adalah + 60% dan yang selebihnya 40% telah memenuhi persyaratan yang layak dan dapat bekerja dengan baik serta telah menerapkan dan memahami semua prosedur kerja yang telah ditetapkan yang sesuai dengan aturan.


2.2. MASALAH

Dari sekelumit data dan informasi hasil penelitian terdahulu diatas, diketahui bahwa banyak akibat dari kecelakaan fatal yang disebabkan karena awaknya tidak mampu atau kurang trampil dalam mengoperasikan alat-alat keselamatan di atas kapal dan memperkecilnya upaya penanggulangan bahayanya. Maka disini timbul permasalahan akibat terjadinya kecelakaan yang membawa hilangnya korban di Laut sesuai dengan ketentuan bahwa setiap kapal pada saat meninggalkan Pelabuhan selama 24 jam harus mengadakan latihan kebakaran dan lain-lain. Adapun masalah-masalah utamanya diantaranya sebagai berikut :
2.2.1. Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan pengoperasian alat-alat keselamatan di Kapal sebagaimana yang telah diterapkan dalam ISM Code.
2.2.2. Bagaimana menambah pengetahuan mengenai alat-alat keselamatan di Kapal sesuai peraturan yang telah diterapkan dalam ISM Code.