Friday, June 5, 2009

UPAH MINIMUM PELAUT SESUAI DENGAN STANDART MANAJEMEN MUTU

TUGAS MAKALAH MANAJEMEN MUTU
YULIANA SILAEN
244 308 026
ALIH PROGRAM BP3IP-STMT TRISAKTI


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia pelaut dimaksudkan untuk menciptakan pelaut yang profesional yaitu cakap dan terampil, berwatak serta memiliki sikap mandiri dan diarahkan untuk dapat memenuhi kebutuhan pelayaran nasional atau asing, yang penyelenggaraannya harus memperhatikan aspek-aspek teknis kepelautan, ketenagakerjaan dan aspek pendidikan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perencanaan pembinaan sumber daya manusia pelaut didasarkan atas prinsip penempatan pada tugas yang disesuaikan dengan kualifikasi atau keahlian atau keterampilan yang bersangkutan, yang dari waktu ke waktu perlu dibina keseimbangannya antara jumlah ketersediaan dengan jumlah kebutuhan pelaut.
Bahwa untuk menjamin keselamatan pelayaran sebagai penunjang kelancaran lalu lintas kapal di laut, diperlukan adanya awak kapal yang berkeahlian, berkemampuan dan terampil, dengan demikian setiap kapal yang akan berlayar harus diawaki dengan awak kapal yang cukup dan cakap untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya dengan mempertimbangkan besaran kapal, tata susunan kapal dan daerah pelayaran.
Mengingat tugas sebagai awak kapal memiliki ciri khusus yang antara lain meninggalkan keluarga dalam waktu relatif lama, saat terjadi kerusakan kapal harus menangani sendiri tanpa batas waktu/jam kerja, dan bekerja pada segala cuaca, maka diperlukan adanya pengaturan perlindungan kerja tersendiri.
Atas dasar hal-hal tersebut di atas, penulis menyusun makalah ini dengan judul “ UPAH MINIMUM PELAUT SESUAI DENGAN STANDART MANAJEMEN MUTU”.

B. POKOK PERMASALAHAN

Hari Buruh sedunia kembali diperingati dengan sukacita di Indonesia pada 1 Mei lalu. Keinginan mendapatkan kondisi kerja yang lebih baik lagi-lagi diteriakan oleh berbagai serikat buruh yang turun ke jalan-jalan berdemonstrasi merayakan hari yang dikenal juga dengan sebutan May Day itu.
Sebagai elemen dari kelompok buruh, pelaut (seafarer) tentu menginginkan juga meningkatan kondisi kerja. Malah, melihat kecelakaan kapal yang sering terjadi di Tanah Air mereka sejatinya perlu mendapatkan lebih. Dalam kalimat lain, mereka perlu standar penggajian atau upah minimum tersendiri yang berbeda dari pekerja sektor lainnya.
Dari uraian latar belakang, maka masalah yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Mengapa pelaut kita membutuhkan standar upah minimum tersendiri?
2. Apakah pantas para pelaut mendapatkannya?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah selain sebagai TUGAS MANDIRI juga merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan wawasan yang berkemampuan secara ilmiah dan professional.
Manfaat penulisan makalahini terhadap kepentingan dunia akademik antara lain adalah dengan mengetahui strategi pemecahan masalah standart upah minimum bagi pelaut Indonesia sehingga dapat memperkaya tentang teori pengawakan bagi pelaut di Negara kita.
Manfaat penulisan makalah ini terhadap dunia praktisi antara lain adalah dapat memberikan informasi bagi para pelaut kita agar dapat mengantisipasi dan mengetahui standart upah minimum pelaut.





D. LINGKUP BAHASAN

Mengingat pengertian yang terkandung dalam judul makalah ini masih luas dan karena keterbatasan waktu yang tersedia dalam pembuatan makalah ini, maka penulis membatasi penjabaran makalah ini pada faktor-faktor penyebab tidak adanya manajemen standarisasi upah minimum bagi pelaut kita.
Faktor-faktor penyebab tidak adanya standarisasi upah minimum bagi pelaut kita karena kurangnya pengawasan bagi perusahaan-perusahaan pelayaran dalam memberikan upah minimum bagi para ABK yang bekerja diperusahaan pelayaran tersebut, kurangnya koordinasi antara pemerintah yaitu Syahbandar sebagai perpanjangan tangan pemerintah dengan pihak perusahaan pelayaran, kurang berperan KPI dalam menyelesaikan masalah standarisasi upah minimum bagi para pelaut kita.

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Dalam makalah ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah :
1. Observasi lapangan
Yaitu pengalaman penulis selama bekerja sebagai pelaut baik dalam pelayaran Nasional maupun Internasional.
2. Studi perpustakaan
Yaitu mencari informasi dalam buku-buku pustaka untuk mendukung teori-teori dan bahasan permasalahan secara lebih akurat yang berhubungan dengan judul makalah.

BAB II
KONDISI SAAT INI

A. Kondisi Kerja Pelaut
Menurut International Transportworkers’ Federation (ITF), kerja pelaut sangat berat dan karenanya memerlukan kondisi kerja yang berlainan dengan pekerja sektor lainnya. Kapal layaknya satu pabrik. Tapi ia bergerak terus mengarungi samudera dengan menembus badai, menerjang ombak dan kadang dihadang gerombolan perompak (pirate). Pekerja di atasnya tentulah akan sangat terpengaruh dengan kondisi tersebut, baik fisik maupun mental.
Kalau sudah berhadapan dengan badai atau ombak yang menggunung, pilihan yang tersedia hanya dua, meninggal atau selamat. Pekerja di darat juga tidak luput dari kecelakaan, tapi peluang kematian masih juah lebih kecil dibanding pelaut.
Kini, dengan makin canggihnya teknologi di atas kapal yang berujung pada makin sedikitnya jumlah pelaut yang dibutuhkan untuk mengawakinya, beban itu makin bertambah. Jika sebelumnya seorang pelaut mengurusi satu pekerjaan tertentu, ia sekarang harus bisa mengerjakan pekerjaan lain dalam waktu hampir bersamaan. Kelelahan luar biasa merupakan dampak yang tidak dapat dihindari oleh pelaut.
Keadaan akan makin parah jika ia bekerja di atas kapal berbendera kemudahan (flag of convenience/FOC). Di kapal ini mereka dipekerjakan dengan sangat berat tapi dengan gaji yang sangat minim, malah ada yang tidak mendapat bayaran sama sekali. Menurut organisasi yang bermarkas di London itu, negara yang termasuk kelompok FOC adalah, antara lain, Antigua and Barbuda, Bahamas, Barbados, Liberia dan Perancis (second register).
Kalau pun pelaut mendapat waktu istirahat, saat seperti itu tidak terlalu banyak memberi dampak kepada mereka. Pasalnya, tempat istirahat masih di lokasi yang sama dengan tempat bekerja. Inilah faktor yang memengaruhi kondisi mental tadi. Jika pun mereka turun ke darat waktu yang tersedia tidak cukup untuk bersantai dengan cara yang normal. Pelaut biasanya berada di satu pelabuhan paling lama tiga hari selanjutnya berlayar.
B. Upah Minimum Pelaut
Memahami kondisi kerja pelaut selama masa kerjanya di atas kapal meyakinkan kita bahwa mereka memang layak mendapat sedikit keistimewaan dibanding pekerja sektor lainnya. Lantas, berapa upah minimum untuk seorang pelaut?
Saat ini pelaut Indonesia digaji oleh pemilik kapal sedikit di atas upah minimum provinsi (UMP). Dengan pola penggajian ini seorang Nahkoda di kapal Indonesia akan bergaji kurang-lebih Rp 3,5 juta per bulan. Sementara, jika ia bekerja di Singapura akan mendapat US$ 2.000 ditambah premi per bulan US$ 200.
ITF telah memberikan standar untuk pengupahan pelaut, yakni US$ 1.500. Nominal ini diberikan untuk pelaut dengan pangkat perwira sementara untuk pangkat terendah atau AB (able-bodied seamen) berkisar antara US$ 500 dan US$ 600. Di samping upah minimum para pelaut harus juga dilindungi oleh asuransi. Besarnya sangat tergantung dengan pangkat mereka.
Kepangkatan pelaut terbagi dalam dua kelompok: rating dan officer. Yang pertama adalah seluruh jabatan di bawah officer, AB masuk dalam kelompok ini, sementara yang kedua adalah kepala dari berbagai departemen yang ada di atas kapal seperti dek/anjungan, mesin dan lain. Nahkoda tidak termasuk dalam jajaran ini; ia mewakili negara bendera (flag state) sehingga ia dapat bertindak sebagai pembuat akte kelahiran, surat keterangan kematian, perkawinan dan sebagainya.
Apakah pemilik kapal Indonesia akan mampu memenuhi upah minimum pelaut itu? Sebetulnya bisa sejauh diberi kemudahan oleh pemerintah dan kalangan lembaga keuangan dalam aspek pajak, kemudahan mendapatkan kredit dengan tingkat suku bunga yang rendah dan lain sebagainya. Saat ini pemilik kapal masih dikenai suku bunga yang sangat tinggi oleh kalangan perbankan dalam negeri, jauh di atas tingkat suku bunga rata-rata yang dikenakan oleh perbankan Singapura atas perusahaan pelayaran di sana, yakni antara 7-8 persen per tahun.
Jika standar upah minimum untuk pelaut bisa diterapkan, profesi pelaut akan dilirik dan menjadi pilihan generasi muda Indonesia yang saat ini masih banyak yang menganggur. Mereka akan melihat pekerjaan ini cukup menjanjikan karena gajinya lumayan besar. Jika generasi muda kita berbondong-bondong menjadi pelaut, Indonesia akan menjadi negara maritim yang betul-betul punya jatidiri yang bisa dibanggakan. Semoga.
C. KESIMPULAN DAN SARAN
\KESIMPULAN

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Quality Management Systems (ISO 9001:2000) adalah Merupakan prosedur terdokumentasi dan praktek - praktek standar untuk manajemen sistem, yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu,yaitu upah minimum pelaut dimana kebutuhan atau persyaratan tertentu tersebut ditentukan atau dispesifikasikan oleh ITF atau lembaga yang berwenang.

SARAN
Selain terus meningkatkan pelayanan dan produktifitas kepada para PELAUT, manajemen menyadari bahwa sumber daya manusia merupakan sebuah asset terbesar dan juga merupakan salah satu kunci utama untuk mempertahankan posisi perusahaan sebagai pelaku pasar yang kuat dan layak diperhitungkan dalam era globalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. www.manajemen mutu pelayaran.com
2. Rudi suardi ISO 9000 : 2000, System Manejemen Mutu penerapanya untuk mencapai TQM