Friday, June 5, 2009

MANAJEMEN KESELAMATAN KERJA

TUGAS MAKALAH MANAJEMEN MUTU
FAHMI PARDIANSYAH
244 308 020
ALIH PROGRAM BP3IP-STMT TRISAKTI


A. LATAR BELAKANG
Organisasi keselamatan kerja terdapat pada unsur pemerintah, dalam ikatan profesi, badan-badan konsultasi di masyarakat, di perusahaan-perusahaan, dan lain-lain. Program pemerintah khususnya pembinaan dan pengawasan bersama-sama dengan praktek keselamatan kerja di perusahaan-perusahaan isi mengisi, sehingga dicapai tingkat keselamatan kerja di perusahaan yang setinggi-tingginya. Selain itu, perusahaan-perusahaan dalam meningkatkan penerapan keselamatan kerja di perusahaanya dapat memperoleh bantuan keahlian dari badan-badan konsultasi atau lembaga-lembaga pengujian. Pada tingkat perusahaan, pengusaha dan buruh adalah kunci kea rah keberhasilan program keselamatan kerja. Ikatan profesi meningkatkan pula profesi keselamatan kerja, agar menunjang program keselamatan kerja.
Secara keilmuan, keselamatan kerja memerlukan keahlian-keahlian lain, seperti teknologi, kimia, fisika, toksikologi, kesehatan, statistic, fisiologi, psikologi, dan lain-lain. Maka dari itu, selain ahli atau teknisi keselamatan kerja masih di perlukan insinyur, dokter, ahli faal, ahli jiwa, ahli statistic, dan lain-lain. Organisasi keselamatan kerja di tingkat perusahaan ada dua jenis, yaitu :
1. Organisasi sebagai bagian dari struktur organisasi perusahaan dan disebut bidang, bagian, dan lain-lain keselamatan kerja. Oleh karena merupakan bagian organisasi perusahaan, maka tugasnya kontinyu, pelaksanaanya menetap dan anggarannya sendiri. Kegiatan-kegiatannya biasanya cukup banyak dan efeknya terhadap keselamatan kerja adalah banyak dan baik.
2. Panitia keselamatan kerja, yang biasanya terdiri dari wakil pimpinan perusahaan, wakil buruh, teknisi keselamatan kerja, dokter perusahaan dan lain-lain. Keadannya biasanya mencerminkan panitia pada umumnya. Pembentukan panitia adalah atas dasar kewajiban undang-undang.
B. MAKSUD DAN TUJUAN KEBIJAKAN K3
Kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh pengusaha atau pengurus yang memuat keseluruhan visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan keselamatan dan keselamatan kerja, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan atau operasional.
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dibuat melalui konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang kemudian harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada semua tenaga kerja bersifat dinamik dan selalu ditinjau ulang dalam rangka peningkatan kinerja K3.
Harus ada kebijakan K3 yang disyahkan oleh menejemen puncak, yang secara jelas memeberikan kerangka sasaran K3 dan komitmen dalam memperbaiki kinerja K3. Kebijakan harus :
a. Sesuai dengan sifat dan skala resiko K3 dari organisasi.
b. Mencakup komitmen untuk perbaikan berkelanjutan.
c. Mencakup komitmen ketaatan untuk memenuhi peraturan K3 dan persyaratan lainnya yang berhubungan dengan organisasi.
d. Terdokumentasi, diterapkan, dan dipelihara.
e. Dikomunikasikan pada seluruh personel dengan menekankan karyawan untuk peduli dengan kebijkan K3-nya.
f. Tersedia pada pihak terkait.
g. Ditinjau secara periodik untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut masih relevan dan sesuai dengan organisasi.
Sama halnya dengan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000, dalam OHSAS 18001:1999 harus ada kebijakan K3.Kebijakan K3 ini sebagai arahan dan prinsip dasar dalam segala aktivitas di organisasi. Kebijakan K3 harus dibuat dan disahkan oleh ikan manajemen puncak. Kebijakan K3 yang disusun harus konsisten dengan kebijakan bisnis organisasi, dan bagi perusahaan yang sudah menerapkan ISO 9001 : 2000 atau ISO 14001 : 1996 dapat mengintegrasikannya ke dalam standar tersebut, dengan cara melakukan perbaikan dn penambahan poin-poin yang sesuai.
Sesuai dengan persyaratan standar, kebijakan K3 harus memenuhi beberapa aspek, antara lain:
• Harus sesuai dengan sifat dan skal risiko K3
Analisis bahaya, penilaian dn pengendalian risiko merupakan dasar dari penerapan Sistem Manajemen K3, karen itu perlu direflesikan dalam kebijakan K3. berbeda dengan visi dan misi, maka sebuah kebijakan K3 haruslah realistik.
• Mencakup komitman perbaikan berkelanjutan
Harapan sosial adalah meningkatkan tekanan pada orgnisasi untuk mengurangi risiko penyakit akibat kerja, kecelakaan, dan insiden di tempat kerja. Dalm memenuhi persyratan perundangan, organisasi harus melakukan perbaikan terhad p kinerja K3-nya.
• Mencakup komitmen untuk memenuhi persyaratan perundangan dan persyaratan lainnya
Organisasi dipersyaratkan untuk memenuhi persyaratn perundangan dan peraturan dan lainnya yang terkait. Persyaratan-persyaratan UU atau peraturan pemerintah yng terkait harus diidentifikasi, persyaratan lain maksudnya adalah kebijakn perusahaan induk, standar internal organisasi, dan spesipikasi.
• Terdokumentasi, diterapkan dan dipelihara
Rencana dana dan persiapan yang tepat adalah kunci sukses penerapan, terkadang kebijakan dan sasaran yang ditetapkan tidak realistik karena tidak tepat dan sumber daya yang tidak sesuai untuk mencapainya. Karena itu disarankan sebelum buat kebijakn, organisasi harus memastikan keuangan, kemampuan dan sumber daya yang sesuai serta semua sasaran yang ditatepkan secar masuk sbisa tercapai yang dapat dilihat dalam kerangka kerjanya.
• Dikomunikasikan kepada seluruh personel
Kesuksesan sistem manajemen K3 sangat dipengaruhi dari keterlibatan dan komitmen personelnya. Untuk itu sebuah organisasi perlu memastikan karyawannya peduli terhadap kwalitas lingkungan kerjanya dan akibat yang ditimbulkan. Karena itu persyaratan ini memprsyaratkan organisasi harus mengomunikasikan pada semua level. Kesalah besar yang sering terjadi adalah para personel hanya menghafal kebijakan K3 tersebut. Padahal yang terpenting OHSAS 18001 adalah kebijakan K3 yang ditetapkan tersebut dapat dipahami oleh semua level personel sehingga mereka dapat kerangka kerja K3 yang sesuai dengan jenis pekerjaannya.
• Tersedia bagi pihak terkait
Pihak mana pun yang terpangaruh oleh kinerja k3 organisasi harus dipastikan mengetahui tentang keberadaan kebijakan K3, biasanya dengan membuat dalam bentuk pigura yang ditempelkan di ruang tunggu, atau di brosur pamasaran.
• Ditinjau secara periodik untuk memastikan bahwa kebijakan K3 masih relevan dan sesuai dengan organisasi
Perubahan peraturan, harapan sosial yang meningkat, dan perubahan organisasi sering kali terjadi, konsekuensinya kebijakan K3 dan sistem manajemen K3 harus ditinjau secara periodik untuk memastikan kesesuainnya dan keefektifanya. Hasil perubahanya harus juga dikomunikasikan kepada pihak terkait.
Dalam menyusun sebuah kebijakan K3 yang baik, manejemen puncak dapat mempertimbangkan hal-hal berikut :
- Aspek bahaya yang trjadi.
- Persyaratan perundang-undangan.
- Sejarah dan kinerja K3 organisasi.
- Kebutuhan pihak terkait.
- Peluang dan kebutuhan perbaikan berkelanjutan.
- Sumber daya yang diperlukan.
- Kontribusi karyawan, rekanan, pihak luar lainya
C. ORGANISASI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Organisasi keselamatan kerja terdapat pada unsur pemerintah, dalam ikatan profesi, badan-badan konsultasi di masyarakat, di perusahaan-perusahaan, dan lain-lain. Program pemerintah khususnya pembinaan dan pengawasan bersama-sama dengan praktek keselamatan kerja di perusahaan-perusahaan isi mengisi, sehingga dicapai tingkat keselamatan kerja di perusahaan yang etinggi-tingginya. Selain itu, perusahaan-perusahaan dalam meningkatkan penerapan keselamatan kerja di perusahaanya dapat memperoleh bantuan keahlian dari badan-badan konsultasi atau lembaga-lembaga pengujian. Pada tingkat perusahaan, pengusaha dan buruh adalah kunci kea rah keberhasilan program keselamatan kerja. Ikatan profesi meningkatkan pula profesi keselamatan kerja, agar menunjang program keselamatan kerja.
Secara keilmuan, keselamatan kerja memerlukan keahlian-keahlian lain, seperti teknologi, kimia, fisika, toksikologi, kesehatan, statistic, fisiologi, psikologi, dan lain-lain. Maka dari itu, selain ahli atau teknisi keselamatan kerja masih di perlukan insinyur, dokter, ahli faal, ahli jiwa, ahli statistic, dan lain-lain.
D. ORGANISASI PEMERINTAH
Organisasi keselamatan kerja dalam administrasi pemerintah di tingkat pusat terdapat dalam bentuk direktorat pembinaan norma keselamatan dan kesehatan kerja. Direktorat jendral perlindungan dan perawatan tenaga kerja. Fungsi-fungsi direktorat tersebut antara lain adalah :
1. melaksanakan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam penetapan norma keselamatan kerja di bidang mekanik.
2. melakukan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam penetapan norma keselamatan kerja di bidang listrik.
3. melakukan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam penetapan norma keselamatan kerja di bidang uap.
4. melakukan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam penetapan norma-norma keselamatan kerja di bidang pencegahan kebakaran.
Sub direktorat yang ada sangkut pautnya dengan keselamatan kerja di bawah direktorat tersebut membidangi keselamatan kerja mekanik, keselamatan kerja listrik, keselamatan kerja uap dan pencegahan kebakaran. Seksi-seksi di bawah keselamatan kerja mekanik adalah seksi mesin produksi, seksi pesawat tekanan, seksi pesawat transport dan angkut dan seksi pesawat umum. Di dalam sub direktorat keselamatan kerja mekanik terdapat seksi pembangkit listrik, seksi distribusi listrik dan seksi pesawat listrik.
E. ORGANISASI TINGKAT PERUSAHAAN
Organisasi keselamatan kerja di tingkat perusahaan ada dua jenis, yaitu :
1. Organisasi sebagai bagian dari struktur organisasi perusahaan dan disebut bidang, bagian, dan lain-lain keselamatan kerja. Oleh karena merupakan bagian organisasi perusahaan, maka tugasnya kontinyu, pelaksanaanya menetap dan anggarannya sendiri. Kegiatan-kegiatannya biasanya cukup banyak dan efeknya terhadap keselamatan kerja adalah banyak dan baik.
2. Panitia keselamatan kerja, yang biasanya terdiri dari wakil pimpinan perusahaan, wakil buruh, teknisi keselamatan kerja, dokter perusahaan dan lain-lain. Keadannya biasanya mencerminkan panitia pada umumnya. Pembentukan panitia adalah atas dasar kewajiban undang-undang.
Tujuan keselamatan pada tingkat perusahaan adalah sebagai berikut :
1. pencegahan terjadinya kecelakaan
2. pencegahan terhjadinya penyakit-penyakit akibat kerja.
3. pencegahan atau penekanan menjadi sekecil-kecilnya terjadinya kematian akibat kecelakaan oleh karena pekerjaan.
4. pencegahan atau penekanan menjadi sekecil-kecilnya cacat akibat pekerjaan.
5. pengamatan material, konstruksi, bangunan, alat-alat kerja, mesin-mesin, pesawat-peawat, instalansi-instalansi, dan lain-lain.
6. peningkatan produktifitas kerja atas dasar tingkat keamanan kerja yang tinggi.
7. penghindaran pemborosan tenaga kerja, modal, alat-alat dan sumber produksi lainnya sewaktu bekerja.
8. pemeliharaan tempat kerja yang bersih, sehat, aman, dan nyaman.
9. peningkatan dan pengamanan produksi dalam rangka industrialisasi dan pembangunan.
Berdasarkan pengamatan dan kajian terhadap implementasi TI, khususnya di perusahaan-perusahaan Indonesia, nampaknya hal yang menjadi kunci sukses utama adalah aspek leadership atau kepemimpinan dari seorang Presiden Direktur. Pimpinan perusahaan ini harus dapat menjadi “lokomotif” yang dapat merubah paradigma pemikiran (mindset) terhadap orang-orang di dalam organisasi yang belum mengetahui manfaat strategis dari teknologi informasi bagi bisnis perusahaan.
Disamping itu, yang bersangkutan harus memiliki rencana strategis atau roadmap yang jelas terhadap pengembangan teknologi informasi di perusahaannya dan secara konsisten dan kontinyu disosialisasikan ke seluruh jajaran manajemen dan stafnya. Hal-hal semacam business plan, kebijakan (policy), masterplan, cetak biru, dan lain sebagainya dapat dijadikan sebagai alat untuk membantu manajemen dalam usahanya untuk mengembangkan TI secara holistik, efektif, dan efisien.