Sunday, June 7, 2009

MANAJEMEN MUTU PELABUHAN

TUGAS MAKALAH MANAJEMEN MUTU
DJEFFRI
244308008
MTL ALIH PROGRAM BP3IP – STMT TRISAKTI


BAB I
PENDAHULUAN
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan layanan jasa. Utamanya pelabuhan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik/turun penumpang dan atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagi tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Sedangkan jasa usaha pelabuhanan memiliki arti segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, ketertiban arus lalu lintas atau trafik (kapal, penumpang dan atau barang), menjaga keselamatan berlayar, tempat perpindahan intra dan atau antar moda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah.
Pengoperasian pelabuhan secara dasar meliputi 8 kegiatan jasa kepelabuhan, mulai dari kolam pelabuhan sampai jasa-jasa penunjang kepelabuhan. Pengoperasian tersebut mempunyai maksud : untuk memperlancar perpindahan intra dan antar moda transportasi; sebagi pusat kegiatan pelayanan transportasi laut; sebagi pusat distribusi dan konsolidasi barang. Kedelapan fungsi dasar tersebut adalah :
1. Penyediaan kolam pelabuhan dan perairan untuk lalu lintas kapal dan tempat berlabuh.
2. Pelayanan jasa-jasa yang berhubungan dengan pemanduan kapal-kapal (pilotage) dan pemberian jasa kapal tunda.
3. Penyediaan dan pelayanan jasa dermaga untuk tambat/sandar, bongkar muat muatan serta penyediaan fasilitas naik/turun penumpang.
4. Penyediaan dan pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang, angkutan di perairan pelabuhan, alat bongkar muat serta peralatan pelabuhan.
5. Penyediaan tanah untuk berbagai bangunan dan lapangan sehubungan dengan kepentingan dan kelancaran angkutan laut untuk industri.
6. Penyediaan jaringan jalan dan jembatan, tempat tunggu kendaraan, saluran pembuangan air, instalasi listrik, instalasi air bersih, depo bahan bakar dan armada pemadam kebakaran.
7. Penyediaan jasa terminal bongkar muat peti kemas, muatan curah cair, muatan curah kering dan kapal Ro-Ro.
8. Penyediaan jasa lainnya yang dapat menunjang jasa kepelabuhan.

BAB II
PEMBAHASAN
Indonesia merupakan negara maritim yang menjadi anggota International Maritime Organization (IMO), suatu organisasi di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebagai anggota, Indonesia harus melaksanakan semua keputusannya, termasuk dalam pengelolaan pelabuhan seperti terjaminnya keselamatan pelayaran, kelancaran kerja pelayanan kapal dan barang, dan tersedianya fasilitas dan keamanan. Pengelolaan pelabuhan dan angkutan laut merupakan mata rantai yang tak terpisahkan satu sama lainnya, dan memegang peranan penting dalam pembangunan bidang ekonomi dan perdagangan. Hampir 85 persen distribusi barang perdagangan dunia menggunakan angkutan laut. Untuk itu PBB membentuk suatu lembaga yang diberi nama United National Conference Trade and Development (UNCTAD) menciptakan konsep yang menjadi standar bagi negara maritim di dunia. Di antaranya konsep pengelolaan pelabuhan secara efisien, pengelolaan kapal dengan jaringannya, keselamatan di laut, dan lain-lain. Di Indonesia kondisi kepelabuhanan dan dunia angkutan lainnya cenderung menurun dan mengalami banyak hambatan. Sampai saat ini belum ada konsep yang dapat membawa dunia angkutan laut nasional dan kepelabuhanan ke arah pertumbuhan yang lebih baik. Di sektor angkutan laut, operasional kapal dilakukan untuk mengejar keuntungan sesaat tanpa pernah berpikir bagaimana membangun jaringan kapal antar-pelabuhan. Padahal operasionalisasi kapal adalah untuk ketersediaan barang (the ship follow the trade). Target untuk keuntungan sesaat ini berakibat tidak tumbuhnya sentra-sentra produksi di sepanjang alur laut kepulauan Indonesia. Semestinya, salah satu peran angkutan laut nasional adalah sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi regional, nasional, maupun internasional. Juga, tidak ada upaya bagaimana menciptakan saling interaksi dan interdepedensi antar-pelabuhan, maupun tak ada upaya untuk mengelola pelabuhan secara efisien.
Pengelolaan pelabuhan di Indonesia merujuk pada indikator pelayanan UNCTAD, ternyata waktu kapal berproduksi (effective time) di pelabuhan hanya berkisar antara 40-60 persen. Hal itu diukur berdasarkan tingkat kepuasan pelanggan jasa pelabuhan (port users), yaitu menghitung waktu sejak kapal tiba hingga kapal meninggalkan pelabuhan.
Ada beberapa klasifikasi tingkat kepuasan pelanggan (customer satisfaction), yaitu:
(1) Sangat puas (exelence service), yakni apabila waktu kerja efektif mencapai 90 persen dan penggunaan waktu kerja selama 21 jam dengan waktu istirahat makan 3 jam. Dalam kondisi ini, pelayanan jasa pelabuhan diberikan sesuai jadwal sehingga kapal tidak dibebani biaya tambahan dan jadwal trayek dapat dipenuhi.
(2) Puas (good service), yakni apabila waktu kerja efektif mencapai 80 persen dengan penggunaan waktu kerja produktif 18 jam dan waktu istirahat makan dan pergantian shift 6 jam. Kondisi ini tidak terlalu berpengaruh terhadap extra-cost.
(3) Tidak puas (bad service), yakni apabila waktu kerja efektif mencapai 70 persen, penggunaan waktu kerja produktif hanya 14 jam. Ketidakpuasan pengguna jasa pelabuhan terjadi karena ada biaya tambahan dan jadwal kapal ke pelabuhan lain terganggu.
(4) Sangat tidak puas (poor service), yakni apabila waktu kerja efektif hanya 60 persen dan penggunaan waktu kerja produktif hanya 10-13 jam. Hal ini berakibat besarnya biaya tambahan yang dikeluarkan operator kapal dan terganggunya trayek berikutnya.
Bila kita hubungkan klasifikasi tingkat kepuasan pelanggan dengan data waktu efektif di pelabuhan Indonesia ternyata tingkat pelayanan jasa pelabuhan di Indonesia sangat rendah. Apalagi jika dikaitkan dengan keinginan pejabat departemen terkait menciptakan pelabuhan internasional yang dapat menggantikan pelabuhan Singapura yang waktu efektifnya sudah mencapai 90 persen.
Sebagai dampak dari mutu pelayanan jasa pelabuhan maka ongkos angkut barang (freight) dengan kapal dari/ke Indonesia menjadi mahal. Apalagi kapal-kapal yang dioperasikan merupakan kapal tua. Faktor lainnya adalah alat bongkar muat yang sering macet, hasil kerja yang rendah, ada kerusakan barang yang berakibat terjadinya klaim.
Operasi pelayanan kapal meliputi kegiatan-kegiatan perencanaan dan pelaksanaan tambatan kapal yang dirahkan agar pemanfaatan lokasi tambatan dapat sesuai dengan jenis dan tipe kapal. Jenis muatan yang akan dibongkar atau dimuat, penggunaan peralatan bongkar muat secara optimal dan pemilihan gudang dan lapangan penumpukan barang yang sesuai dengan kebutuhan serta kelancaran pendistribusian barang dalam rangka menghasilkan ship-dispatch. Untuk dapat merencanakan dan menangani operasional pelayanan kapal dan untuk mencapai ships output yang tinggi, harus terlebih dahulu diketahui data lengkap sebuah kapal yang akan dilayani meliputi antara lain bentuk, jenis dan karakteristik kapal. Data kedatangan kapal, harus selalu data yang terakhir (up to date) dan setiap perubahan ETA (estimate time arrival) kapal harus dilaporkan secepatnya kepada pihak pengelola pelabuhan, untuk memudahkan penyusunan perencanaan alokasi penggunaan tambatan secara tepat dan berdaya guna.
Sistem pengelolaan pelabuhan Indonesia memiliki pelabuhan yang diklasifikasi sebagai ''pelabuhan umum'' yang diusahakan oleh BUMN PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I, II, III, dan IV yang berjumlah 111 unit. Pelindo menggunakan sistem keuangan IBW yang memberi wewenang penggunaan pendapatan dari jasa pelabuhan untuk keperluan manajemen perusahaan yang disusun dalam Rencana Kerja Anggaran. Di samping itu terdapat 624 unit pelabuhan umum yang tidak diusahakan, yang pengelolaannya dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Pelabuhan jenis ini menggunakan sistem keuangan ICW yang beroperasi dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sedangkan semua pendapatan jasa pelabuhan yang diterimanya harus disetor ke Kas Negara. Kemudian terdapat pula 1.155 unit ''pelabuhan khusus'' (Pelsus) yang dikelola oleh para pemilik pelabuhan yang terdiri dari perusahaan swasta dan BUMN. Uang jasa pelabuhan dipungut oleh UPT Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Adapun Pelsus yang berada di wilayah DLKP PT Pelindo dipungut oleh PT Pelindo.
Selain itu, Pelsus yang berjumlah 1.155 unit umumnya dibangun karena ketidakefisienan cara pengelolaan pelabuhan umum baik oleh PT Pelindo maupun UPT Ditjenla. Padahal, letak Pelsus tidak jauh dari pelabuhan umum. Membangun 1.155 unit Pelsus memerlukan dana yang sangat besar dan saat ini banyak Pelsus yang bangkrut dan terbengkalai karena tidak seimbangnya pendapatan dan biaya. Pelsus sangat dominan menguasai pangsa pasar angkutan laut nasional dan pelabuhan. Dari kompilasi data arus kapal dan barang di PT Pelindo ternyata konsentrasi kegiatan kapal dan barang terjadi di Pelsus dengan berbagai komoditi. Di Pelindo I hampir 80 persen kegiatan terpusat di Pelsus. Sedangkan di Pelindo II 50 persen, Pelindo III hampir 60 persen, dan Pelindo IV mencapai 70 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kunjungan kapal dan arus barang lebih dominan ke Pelsus dibandingkan ke pelabuhan umum yang mengakibatkan pelabuhan umum merugi. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah untuk menata kembali sistem kepelabuhanan dan angkutan laut nasional.
BAB III
PENUTUP
Tingkat pencapaian pelayanan kegiatan atau atribut kerja dalam kegiatan operasional pelabuhan dapat diukur dan dijadikan pedoman dalam pemberian pelayanan jasa di pelabuhan. Untuk menggambarkan tingkat pelayanan barang yang telah dicapai oleh pelabuhan secara rata-rata, digunakan satuan pengukur( tolok ukur) yang dijadikan pedoman atau standar dalam menentukan kebijakan pelayanan jasa pelabuhan. Tolok ukur tersebut diperoleh dari hasil yang dicapai di lapangan melalui pengamatan yang cukup lama dan dapat pula diperoleh melalui suatu penelitian di lapangan untuk jangka waktu tertentu.
Menyadari akan pentingnya kepuasan pelayanan pelanggan sebagai kunci aktivitas pelabuhan, maka manajemen pelabuhan menerapkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001. Hal ini dimaksud meningkatkan kepuasan pengguna jasa kepelabuhan dengan pelayanan yang profesional ,inovatif dan peningkatan secara berkesinambungan. Disamping menerapkan sistem Manajemen Mutu, Manajemen juga menerapkan sistem kode Pengaman Kapal dan Fasilitas Pelabuhan Internasional ( International Ships and Port Facility Security/ISPS Code) .