Monday, June 8, 2009

MUTU DALAM OPERASI TOWING TONGKANG

M. Sidqon
NIM : 244.308.012
Mata Kuliah : Manajemen Mutu

MUTU DALAM OPERASI TOWING TONGKANG
Nama : Muhammad Sidqon
NIM : 244.308.012
Mata Kuliah : Manajemen Mutu

A. Identifikasi Masalah.
Berdasarkan fakta – fakta yang dihadapi di atas kapal yaitu dalam . pelaksanaan towing tongkang tidak berjalan sesuai dengan rencana hal ini . disebabkan antara lain :


1. Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan ABK yang bekerja dikapal . tunda.

Perusahaan mengharapkan memiliki ABK yang sudah terampil di dalam pengoperasian kapal, terutama adalah perwira yang berpengalaman dan diberikan pendidikan tambahan yang sesuai dengan profesi di kapal tug boat.Kemahiran yang dimiliki oleh perwira dan ABK akan keterampilan menggunakan dan merawat peralatan kapal dapat mempengaruhi kondisi kapal tetap dalam keadaan prima.
Seperti yang telah diketahui bahwa kapal tug boat banyak memiliki kendala dalam pengoperasian baik di tengah laut/lokasi pengeboran minyak maupun di pelabuhan (Base Port). Kendala ini diharapkan akan berkurang dengan adanya perwira-perwira pembantu nahkoda yang memiliki keterampilan yang baik dan berpengalaman dalam pengoperasian kapal tug boat ini. Didalam pengoperasian kapal tug boat Perwira I atau Mualim I dituntut untuk meningkatkan pengetahuan tentang Towing Barge dan pengeboran lepas pantai antara lain :
1. Olah gerak menyandarkan barge pada instalasi lepas pantai.
2. Towing Arranggement
3. Penanggulangan tumpahan minyak
Selanjutnya perwira harus familiar dalam menggunakan semua alat-alat/peralatan kerja yang ada di atas kapal secara tepat guna, seperti : Peralatan perlengkapan tunda (towing arranggement)
Perwira-perwira juga harus familiar dalam mengoperasikan alat-alat navigasi dan radio khusus untuk pekerjaan khusus, serta profesional dalam bidang navigasi, seperti :
1. Mengoreksi peta-peta laut dengan NTM
2. Membuat laporan-laporan yang diperlukan
Untuk menghasilan produktifitas yang tinggi dalam pengoperasian kapal, aspek dari manusia memegang peranan penting yaitu disiplin yang tinggi dari seluruh ABK kapal terutama dari disiplinnya perwira-perwira yang merupakan contoh bagi anak buahnya. Dari disiplin pribadi perwira-perwiranya akan berkembang menjadi suatu disiplin kelompok. Oleh karena kelompok kerja yang baik dalam mengerjakan suatu tugas kerja yang diperintahkan pencharter atau mitra kerja dapat diselesaikan dengan baik dan aman.
Keterampilan ini harus benar-benar ditekankan karena dalam pengoperasian kapal tug boat adalah sangat penting mengenai keterampilan khusus ini sehubungan sifat dari pekerjaan kapal. Untuk itu bagi perwira-perwira muda yang baru lulus dari sekolah maupun yang dari jenis kapal lainnya seperti apa yang tercantum dalam ISM Code, wajib bagi setiap ABK mengadakan familiarisasi di kapal yang baru dinaikinya sampai benar-benar telah familiar dengan kapal itu.
Perlu diketahui bahwa sampai saat ini di Indonesia belum ada pendidikan/kursus keterampilan untuk kapal tug boat, yang mana ini sangat diperlukan bagi pelayaran yang mengoperasikan kapal-kapal tug boat.

2. Kurang lancarnya kerja tug boat di lokasi lepas pantai.
Untuk menghasilkan pelayanan kerja yang baik pada kapal tug boat diperlukan kerja sama yang baik dari berbagai pihak yang terkait, khususnya lebih ditekankan kepada pihak kapal tug boat yang harus dapat mengoperasikan kapalnya dengan lancar sehingga komplain yang datang dari pihan pencharter dapat diperkecil. Dalam pengertian kurang lancarnya pengoperasian disini adalah :
1. Kurang dapat menghasilkan pelayanan seperti yang dapat diharapkan, khususnya oleh pihak pencharter.
2. Tidak tercapainya keuntungan yang telah ditargetkan oleh perusahaan.
3. Membesarnya biaya-biaya operasional yang ditimbulkan
4. Terlambatnya waktu-waktu yang telah diprogramkan
Hal-hal tersebut diatas yang harus menjadi perhatian perusahaan yang terkait sebagai pemilik kapal, pencharter dan mitra kerja lainnya untuk mengadakan koordinasi yang baik antara satu dengan yang lainnya. Selain dari itu kapal tug boat terlalu lama untuk laik up yang mengakibatkan tidak terawatnya kondisi mesin kapal, akibatnya peralatan mesin maupun perlengkapan keselamatan kerja pun juga terabaikan.
Disini betul-betul dibutuhkan kondisi kapal yang baik dan lengkap peralatannya juga awak kapal yang cukup terampil untuk kelancaran kerjanya. Kalau tidak demikian akan dapat menimbulkan resiko kerja yang tinggi, banyaknya program kerja yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh anak buah kapal, sehingga kadang-kadang membuat pihak pencharter atau rekan kerja memberi order terus menerus, dengan demikian dapat membuat pihak kapal dan ABK nya kewalahan dan merasa tertekan.
Dengan suasana yang tidak diharapkan tersebut seperti kelebihan order dapat mengakibatkan timbulnya rasa jenuh untuk melaksanakan pekerjaan dan apabila dari atas kapal tidak cukup jumlahnya dan tidak cukup terampil.
Sedangkan dari pihak pencharter atau mitra kerja tidak mau tahu dengan kondisi kapal beserta ABK nya yang mereka inginkan adalah semua order yang mereka berikan harus dapat dilaksanakan dengan tepat dan baik untuk menunjang kelancaran program-program kerja yang telah mereka canangkan.

3. Berbahasa menjadi hambatan didalam berkomunikasi.
Pihak Pencharter disini merupakan sumber tertinggi di daerah lingkup kerja lokasi pengeboran minyak lepas pantai, oleh karena itu semua perintah berasal dari mereka.
Pekerjaan di lokasi yang dikerjakan oleh kapal tug boat, baik yang dikerjakan sendiri maupun yang dikerjakan kelompok adalah berdasarkan perintah dan petunjuk mereka. Secara mutlak mereka mempunyai wewenang dan hak, tidak ada alasan apapun bagi kapal yang dicharter untuk menolak setiap perintah mereka, Pihak kapal merupakan struktur bawah akan berusaha dengan berbagai cara untuk mengantisipasinya sebagai upaya memberikan pelayanan yang terbaik. Disini dibutuhkan saling pengertian antara pihak pencharter dan ABK, karena tidak adanya komunikasi yang baik antara pencharter dan ABK akan sangat mempengaruhi pelaksanaan kegiatan pekerjaan yang disebabkan tidak pahamnya pihak kapal dalam berkomunikasi dalam berbahasa sehingga menghambat kerja tug boat disini yang terjadi tidak maksudnya order yang diterima kapal dari pencharter.
Demikian pula komunikasi yang baik akan mempengaruhi hubungan kerja saling mendukung dalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga ABK kapal termotifasi untuk mengembangkan berbahasa lebih baik. sehingga mampu dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh pencharter.

4. Kurang Tersedianya Spare Part dan pemahaman manual book.
Spare part yang tidak tersedia dapat mempengaruhi ABK dalam menjalankan perawatan terhadap peralatan kapal dan saat menjalankan keselamatan kerja pada kondisi tidak beroperasi.
Keadaan seperti ini sering membuat anak buah kapal dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, menjadi lalai. Anak buah kapal pun sering tidak menata spare part yang tersedia dengan baik dan benar, sehingga keadaan spare part menjadi berantakan sehingga dalam melaksanakan perawatan menjadi tidak disiplin.
Untuk menjalankan perawatan dan pemeliharaan spare part harus ditunjang dengan adanya kedisiplinan yang tinggi dan pemahaman dalam mempelajari buku petunjuk (manual book) dan peran Mualim I yang tegas sangat dibutuhkan dalam keadaan seperti ini. Adanya saling koordinasi antara pihak perusahaan dan anak buah kapal dalam penginformasian data jumlah spare part yang dibutuhkan dan yang sudah terpakai memberi asumsi bahwa tugas-tugas dilaksanakan dengan baik.
Pendataan ini akan memudahkan anak buah kapal menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, pada saat menjalankan perawatan dan pemeliharaan peralatan mesin dan keselamatan kerja pada saat kapal sekalipun tidak beroperasi. Maka apabila kapal tersebut mendapatkan order/charteran tidak mengalami hambatan dalam pelayanan perlindungan suku cadang/spare part yang setiap saat siap digunakan apabila dibutuhkan.

5.Latar Belakang Pendidikan ABK Yang Kurang Mendukung
Penulis menyadari bahwa faktor pendidikan mempunyai peranan yang cukup berpengaruh terhadap pola kerja ABK itu sendiri, sehingga hasil yang diperoleh tidak memuaskan. Dengan latar belakang pendidikan yang rendah ABK hanya lulusan SD dan tidak dibekali ketrampilan kerja diatas kapal halini menjadikan kurang percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga setiap tugas atau pekerjaan yang diberikan lambat untuk dapat dipahami yang berakibat suatu pekerjaan yang dilakukan oleh ABK akan menjadi terlambat, karena keterbatasan pengetahuan.

6.Pekerjaan Yang Terus-menerus dengan Upah Yang Tidak Memadai.
Pemberian tugas yang berlebihan mengakibatkan ABK tidak dapat melaksanakan tugasnya secara penuh. ABK juga sering sulit untuk menentukan prioritas kerja yang dilaksanakan sehubungan dengan sering hanya berusaha mengejar target yang dituntut oleh perusahaan tanpa memperhatikan kemampuan anak buah kapal. Disamping itu upah kerja yang minim tidak sebanding dengan banyaknya tugas serta tuntutan kerja menjadi alasan ABK untuk tidak melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.karena kerja di kapal tug boat yang melayani kerja oil field lepas pantai yaitu membawa material pipa dan waktu yang dibutuhkan dalam.
Membongkar pipa bisa sangat lama tergantung dari cuaca dilokasi yang pernah penulis alami yaitu sampai 2 bulan pipa bisa dibongkar karena didalam pembongkaran tidak sekaligus habis tapi diambil 50 pipa kemudian kapal keluar lagi dan masuk lagi begitu seterusnya dengan jumlah pipa di tongkang sampai 1400 pipa untuk dibongkar. Hal inilah yang harus dipahami oleh perusahaan dalam memberi gaji yang standart. Sedang
kapal lain penulis ambil contoh seperti kapal barang kerja tidak begitu berat dari pelabuhan satu ke pelabuhan tujuan dan bongkar muat tidak membutuhkan waktu lama dan resiko tidak tinggi dalam bekeja.
Dapat terjadi karena faktor gaji yang kecil, seorang ABK tidak dapat menyelesaikan kontrak kerjanya dari waktu yang telah disepakati, bahkan ada yang sampai merugikan perusahaan pelayaran tempat mereka bekerja oleh karena faktor gaji yang kecil, dapat mendorong seseorang melakukan perbuatan tidak terpuji, seperti mencuri muatan, suku cadang, dan lain-lain, bahkan ada yang sampai disersi (meninggalkan kapal, pindah ke kapal yang lain dengan gaji yang lebih besar).
Dari keenam masalah diatas, penulis memprioritaskan dengan menggunakan analisa USG (Urgency Seriousness Growth).

B. PENENTUAN PRIORITAS MASALAH MELALUI U.S.G
No Masalah Analisis Perbandingan U S G Nilai Prioritas
U S G T
A Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan ABK yang bekerja di towing tongkang A – B
A – C
A – D
A – E
A – F A
A
A
A
A A
A
A
A
A A
A
D
A
F 5 5 3 13 I
B Kurang lancarnya pengoperasian tug boat dilokasi lapas pantai B – C
B – D
B – E
B – F B
D
B
B B
B
B
B B
B
E
B 3 4 3 10 II
C Berbahasa menjadi hambatan didalam berkomunikasi C – D
C – E
C – F C
C
C C
E
C C
C
F 3 2 2 7 III
D Kurang tersedianya spare part dan pemahaman manual book D – E
D – F D
D D
D E
F 3 2 1 6 IV
E Latar belakang pendidikan ABK kurang menunjang E – F E F E 1 1 3 5 V
F Pekerjaan yang terus menerus dengan upah yang tidak memadai F - - - - 1 3 4 VI



U(Urgency) : adalah masalah yang apabila segera . . diatasi berakibat fatal dalam jangka waktu . . panjang

S (Seriousness) :adalah masalah yang apabila terlambat diatasi, akan berdampak fatal terhadap kegiatan, tetapi berpengaruh pada jangka pendek.

G (Growth) : adalah masalah potensial untuk tumbuh dan berkembangnya masalah dalam jangka panjang dan timbulnya masalah baru dalam jangka panjang.

Dari uraian diatas maka didapat suatu permasalahan utama yaitu :
“ Kurangnya Pengetahuan dan Ketrampilan ABK yang bekerja . ditowing tongkang “

Readmore »»

PENGEMBANGAN WILAYAH – WILAYAH PULAU YANG TERPENCIL.

Tugas makalah manajemen
Adam Malik
244308032
alih program BP3IP Trisakti

MAKALAH
PENGEMBANGAN WILAYAH – WILAYAH PULAU YANG TERPENCIL.

OLEH :


NAMA : ADAM MALIK
NIM : 2443008032
Disusun sebagai tugas Mata Kuliah Manajemen Mutu



BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. (Salim, A Abbas 2006 Manajemen Transportasi, Jakarta : Rajawali pers.)
Transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, di mana di tempat lain ini objek tersebut dapat lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan – tujuan tertentu. (Fidel, Miro. 2005. Perencanaan Transportasi. Jakarta : Erlangga)
Transportasi meruapkan sebuah proses yakni proses pindah, proses gerak, proses mengangkut, dan mengalihkan di mana proses ini tidak dapat dilepaskan dari keperluan akan alat pendukung untuk menjamin lancarnya proses perpindahan sesuai dengan waktu yang diinginkan. (Fidel, Miro. 2005. Perencanaan Transportasi. Jakarta : Erlangga)
Daerah terpencil adalah daerah yang memiliki kondisi sosial, ekonomi dan fisik relatif tertinggal dibandingkan daerah lain atau sekitarnya, yang dicirikan oleh adanya permasalahan sebagai berikut : rendahnya tingkat kesejahteraan dan ekonomi masyarakat, keterbatasan Sumberdaya Alam (rendahnya produktifitas lahan / kritis minus), rendahnya aksesibilitas dan terbatasnya ketersediaan prasarana dan sarana kawasan,serta rendahnya kualitas Sumberdaya Manusia.
Kawasan Tertinggal secara lokasi pada umumnya berada di kawasan pedalaman, kawasan kepulauan/gugus pulau terpencil,pesisir pantai, atau kawasan perbatasan terpencil. Contoh Kawasan Tertinggal : KAWASAN Kepulauan Sangihe Talaud, Kawasan Pulau Nias, Kawasan Pedalaman/ Perbatasan Kalimantan dengan Sarawak (Malaysia), Kawasan kritis minus di Sukabumi bagian selatan, Kawasan Pedalaman Jaya Wijaya, Kawasan Perbatasan Irian Jaya dengan Papua Nugini, dll.
Pengertian lain tentang Daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d , Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 9 ayat (1) huruf d *23736 dan Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 adalah daerah yang memiliki potensi ekonomi berupa sumber daya alam di bidang pertanian, perhutanan, pertambangan, pariwisata dan perindustrian, tetapi keadaan prasarana dan sarana ekonomi yang tersedia masih terbatas, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi nyata, penanam modal perlu membangun atas beban sendiri prasarana dan sarana yang dibutuhkannya seperti jalan, pelabuhan, tenaga listrik, telekomunikasi, air, perumahan karyawan, pelayanan kesehatan, sekolah, tempat peribadatan, pasar dan kebutuhan sosial lainnya, yang memerlukan biaya yang besar. (2)Diberikan perlakuan yang sama dengan daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 adalah daerah perairan laut yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral dalam kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter (deep sea deposits).
2. RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa transportasi itu penting?
2. Bagaimana kondisi transportasi yang ada didaerah terpencil?
3. Apa sajakah bentuk-bentuk transportasi yang ada didaerah terpencil?
4. Berilah contoh kasus bentuk transportasi daerah terpencil?
5. Bagaimana pengembangan transportasi didaerah terpencil?





BAB II
ISI
Setiap daerah memiliki potensi yang berbeda-beda baik itu sumberdaya alamnya maupun potensi yang lain. Disamping itu pula kebutuhan manusia untuk memenuhi kehidupannya selalu berubah. Hal inilah yang membuat transportasi sangat penting bagi manusia karena kebutuhan manusia tidak sama dan belum tentu semua kebutuhan itu terdapat didaerahnya faktor inilah yang memperngaruhi manusia untuk pindah dari satu tempat ketempat yang lain.
Dalam determinan perkembangan wilayah ada enam aspek/faktor penting yang mendasari maju tidak suatu wilayah. Ke enam faktor penting itu adalah sumberdaya alam, peralatan manufaktur, pekerja, modal, pasar, dan keahlian teknologi. Determinan pengembangan wilayah yang terdiri atas enam faktor tersebut sebenarnya tidak bisa diabaikan begitu saja oleh suatu wilayah, karena jika salah satunya saja tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan wilayah tersebut menjadi kurang maju atau bahkan tertinggal.
Yang menjadi masalah adalah tidak semua wilayah memiliki ke enam faktor penting tersebut. Masing-masing wilayah memang memiliki potensi tersendiri yang bisa dikembangkan tetapi sangat jarang kita menemui keenam faktor determinan itu dalam satu wilayah. Misalnya saja kita ambil contoh kota Yogyakarta dengan kabupaten Sleman. Di kota banyak terdapat modal, peralatan ,pasar dan keahlian teknologi tetapi sumberdaya alam tidak terdapat dikota, sedangkan sebaliknya Sleman memiliki banyak pekerja dan sumberdaya alam tetapi tidak mempunyai yang lainnya sehingga kedua wilayah itu pasti akan saling berinteraksi untuk bisa saling memenuhi kebutuhannya masing-masing. Disini dapat kita lihat arti penting adanya transportasi. Transportasi dapat menghubungkan wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya untuk tujuan saling berinteraksi memenuhi kebutuhan masing-masing wilayah. Transportasi juga akan mempermudah akses pada semua aspek antar wilayah yang berbeda. Sehingga dari hal ini sedikit dapat kita simpulkan bahwa baik buruknya sistem transportasi antar wilayah akan mempengaruhi maju tidaknya wilayah-wilayah tersebut.
Bentuk–bentuk transportasi ada tiga yaitu tranportasi laut, darat, dan udara. Transportasi udara ada Pesawat terbang layang (Glider), Pesawat bermesin piston, Pesawat bermesin turbo propeler, Pesawat bermesin turbojet, Pesawat bermesin turbofan, Pesawat bermesin ramjet. Pesawat terbang atau pesawat udara adalah mesin atau kendaraan apapun yang mampu terbang di atmosfer atau udara. Pinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau. Transportasi laut ada Kapal, seperti sampan atau perahu, merupakan suatu kendaraan yang dibuat untuk lautan atau pengangkutan merintang air. Ia biasanya cukup besar untuk membawa perahu kecil seperti perahu keselamatan. Secara kebiasaannya kapal bisa membawa perahu tetapi perahu tidak boleh membawa kapal. Ukuran sebenarnya dimana sebuah perahu disebut kapal selalu ditetapkan oleh undang-undang dan peraturan atau kebiasaan setempat.
Transportasi darat ada Sepeda Motor adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua), atau 3 (tiga) tanpa rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping. Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus. Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di rel. Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya). Rangkaian kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota, antarkota, maupun antarnegara. Sepeda adalah alat transportasi yang sederhana, tanpa mesin sehingga di Indonesia dikenal sebagai kereta angin. Delman adalah kendaraan transportasi tradisional yang beroda dua, tiga atau empat yang tidak menggunakan mesin tetapi menggunakan kuda sebagai penggantinya. Bemo adalah singkatan dari "becak motor" dan merupakan kendaraan bermotor roda tiga yang biasanya digunakan sebagai angkutan umum di Indonesia. Becak merupakan alat angkutan yang ramah lingkungan karena tidak menyebabkan polusi udara (kecuali becak bermotor tentunya) dan masih banyak lagi namun untuk daerah terpencil tidak semua alat transportasi tersebut dapat digunakan hanya sebagian saja yang dapat digunakan untuk transportasi didaerah terpencil.

Beberapa contoh Studi Kasus yang ada kaitannya dengan ketersediaan transportasi di daerah terpencil/terisolir di Indonesia
1. Kabupaten Aceh Tengah
Letak kabupaten yang berada di tengah-tengah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan wilayah yang didominasi pegunungan, menjadikan daerah ini masih terisolir. Prasarana transportasi menjadi kendala utama. Takengon dan daerah lain di Aceh Tengah bisa dibilang jauh dari keramaian arus lalu lintas. Jalur ke Takengon menjadi semacam jalan "buntu". Artinya, angkutan semacam bus dan truk tidak dapat melanjutkan perjalanan ke daerah lain, sehingga kembali melalui jalan yang sama.
Akses menuju ke daerah ini sangat bergantung pada jalan Bireun-Takengon, serta jalan alternatif Takengon-Blang Kejeren-Kutacane yang kurang representatif. Kondisi kedua jalan itu sangat tidak kondusif, baik karena rawan longsor maupun gangguan lainnya seperti gangguan keamanan.
Tak heran bila di daerah yang bergunung-gunung masih terdapat kawasan yang tidak memiliki prasarana transportasi seperti kawasan Samarkilang, Karang Ampar, Pameu, dan Jamat.Kawasan ini masih terisolasi dari berbagai aspek. Sebagian besar produk pertanian yang dihasilkan hanya digunakan untuk kebutuhan hidup.
Menyadari persoalan itu, salah satu upaya pemerintah kabupaten (pemkab) untuk mengatasinya adalah memperbaiki dan membuka ruas jalan baru yang bernilai ekonomis, baik antarkecamatan maupun antarkabupaten. Terutama jaringan jalan yang menghubungkan pusat produksi dengan daerah pemasaran.
Anggaran yang disediakan bagi sektor transportasi mencapai Rp 57,25 milyar atau 52,77 persendari total belanja pembangunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2001 yang sebesar Rp 108,49 milyar. Pembukaan ruas jalan baru bukan saja menguntungkan bagi penduduk, tetapi juga pemkab dapat memetik hasil dari mempromosikan keindahan alam "Negeri Antara" yang dimilikinya. (Kompas, 2002)
2. Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur
Setelah berpisah dengan Kabupaten Bulungan tahun 1999, nama daerah baru ini belum banyak didengar. Apalagi, tidak ada jalan darat untuk mencapainya. Terpaksa harus memanfaatkan jasa angkutan sungai ataupun pesawat udara. Setelah jalan Trans Kalimantan selesai dibangun tahun 2000, Kabupaten Malinau baru bisa dijangkau dengan sarana transportasi darat.
Meski pusat pemerintahannya dilintasi jalan raya yang menghubungkan titik-titik utama di Pulau Kalimantan, prasarana berstatus jalan kabupaten belum menjangkau keseluruhan wilayah. Delapan puluh persen wilayahnya belum juga tertembus oleh infrastruktur jalan. Tak heran, sistem transportasi di kabupaten yang memiliki 24 sungai ini bertumpu pada angkutan sungai. Bahkan, beberapa daerah terpencil hanya bisa dicapai dengan pesawat terbang.
Lokasi daerah ini sangat jauh dari pusat kota, sehingga akses ke dunia luar sangat sulit. Daerah ini menjadi sangat terisolir. Untuk tiba di sana, butuh tiga sarana transportasi. Pertama, naik pesawat ke Samarinda, lalu disambung dengan speed boat. Sekitar tiga jam perjalanan, kemudian naik angkutan umum, kemudian berjalan kaki. Jarak dari Malinau ke Balikpapan saja masih sekitar 700 kilometer, itupun harus menempuh perjalanan dengan kapal laut sehari semalam. (Swaramuslim.net, 2006)
Kabupaten yang dicapai 30 menit dari Tarakan menggunakan pesawat ini harus bergantung pada daerah sekelilingnya. Kota Tarakan menjadi penyuplai barang-barang kebutuhan pokok penduduk yang dikirim dengan memanfaatkan angkutan sungai. Bahkan, ada beberapa barang seperti telur, gula, minuman, dan makanan kaleng dikirim dari Malaysia melalui Kabupaten Nunukan.
Namun, ketersediaan barang-barang kebutuhan tetap menjadi masalah di bagian-bagian Malinau yang terpencil. Keterbatasan sarana transportasi menyebabkan kenaikan harga barang. Sebagai contoh, harga BBM Rp 15.000 per liter karena beratnya medan dan mahalnya ongkos pengangkutan ke daerah yang terpencil.
Di masa mendatang, pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan pemerintah kabupaten adalah terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana transportasi. Pembangunan hanya akan tetap terkutub di titik-titik tertentu bila tak ada dukungan jaringan prasarana yang merata. Saat ini pemerintah daerah memulai pembangunan dengan sistem gunting. Maksudnya, pembangunan dilakukan dari dua arah bersamaan. Satu arah dari ibu kota menuju daerah-daerah terpencil di pinggiran, pada saat yang sama dari daerah terpencil ke pusat pemerintahan.
Bila jaringan jalan tersedia menyeluruh, sektor lain yang berpotensi terakselerasi lebih laju, seperti sektor perkebunan dan pariwisata. Selama ini berbagai obyek wisata jauh dari pusat kota dan sulit dicapai. (Kompas, 2003)
3. Sintang, Pontianak, Kalimantan Barat
Infrastruktur jalan dan jembatan sebagai sarana membuka daerah terisolasi di pedesaan masih jadi kebutuhan utama. Banyak desa dan dusun di pehuluan terisolir lantaran tak tersedianya infrastruktur jalan. Di Kayan Hulu misalnya, 9 desa dari 14 desa di kecamatan tersebut relatif tertinggal pembangunannya sementara 5 desa lainnya bisa diakses langsung melalui jalan darat, dan sisanya masih mengandalkan transportasi sungai.
Akibat keterisoliran tersebut malah ada warga dari satu desa, yakni Desa Nanga Kemangai, yang urbanisasi ke kota kecamatan dan kota kabupaten untuk mencari pekerjaan. Ini membuat tingkat keterisolasian masyarakat dari segi ekonomi dan budaya jauh tertinggal. Ditambah, sejak diserang hama belalang kembara dua tahun terakhir ini, ladang berpindah gagal panen.
Selain tak tersedianya jalan darat menuju desa dan dusun, tertinggalnya masyarakat di daerah pehuluan sungai yang jauh di daerah terpencil juga disebabkan tak meratanya potensi SDA (sumber daya alam). Diperkirakan ada 16 ribu penduduk yang tinggal di daerah terisolir. Umumnya masyarakat itu pekerjaan utamanya ladang berpindah dan masih tergantung alam.
Kendati masih mengalami keterbatasan, menurut Abdul Sufriyadi, masyarakat Kayan Hulu masih punya keyakinan bahwa pemerintahan daerah saat ini (Milton-Jarot) bisa membuka keterisolasian di Kayan Hulu serta dapat menyediakan program-program padat karya bagi penduduk yang gagal panen pasca serangan hama belalang dua tahun terakhir ini. Karena selain ladang berpindah, masyarakat petani di Kayan Hulu juga masih bersandar dengan SDA yang ada walaupun relatif terbatas. (Pontianak Post Online, 2007)
4. Nusa Tenggara Barat
Secara geografis, NTB umumnya terisolir dari segi transportasi dan komunikasi. Hal ini bisa dilihat, kalau ke Mataram ibu kota Propinsi NTB dari Jakarta harus mampir dulu di Surabaya atau daerah lain.
Semestinya, Mataram sebagai ibu kota propinsi mampu ditempuh dari berbagai penjuru di seluruh Indonesia, khususnya Jakarta, tanpa harus mampir atau transit di daerah lain. Kendati sekarang ini, sudah ada maskapai penerbangan melayani Mataram-Jakarta dan sebaliknya, itu masih belum cukup dan mesti ditambah, sehingga akses transportasi ke NTB tetap lancar.
Di sisi lain, NTB sebagai daerah yang rawan bencana memerlukan sarana telekomunikasi memadai, sehingga mampu mengatasi permasalahan ketika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Untuk itu, adanya kerjasama daerah yang tergabung dalam forum regional di daerah ini mampu mempercepat pembangunan yang diinginkan.
Masing-masing daerah yang tergabung dalam forum regional tersebut harus saling bahu membahu mengembangkan produk-produk unggulan yang dimiliki, sehingga sesuai dengan yang diinginkan bersama. (Suara NTB, 2006)
5. Sumbawa Selatan
Wilayah selatan pulau Sumbawa masih terisolir. Tidak ada lintasan jalan sepanjang 400 kilometer. Akibatnya, terjadi hambatan pergerakan ekonomi masyarakat di desa-desa selatan daerah Nusa Tenggara Barat. Diperlukan dana pembiayaan Rp500an miliar untuk membuka isolasi daerah tersebut.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah NTB Lalu Fathurahman menjelaskan idealnya dibutuhkan kelancaran transportasi di Selatan Sumbawa. "Untuk terbukanya jalan di sana, diperlukan sekitar 50 unit jembatan penghubung," ujarnya.
Selain jalan tersebut, guna meningkatkan kesejahteraan dan sumber daya manusianya, NTB juga memerlukan ketersediaan infrastruktur lainnya berupa pembangkit listrik tenaga uap kapasitas 100 megawatt, rumah sakit umum di setiap kabupaten, air, perguruan tinggi, pendidikan dasar dan peluang lapangan kerja untuk masyarakat. (Tempo Interaktif, 2006)
6. Papua
Pemekaran daerah baru di Papua sejak tahun 2001 sampai tahun 2006 mencapai 16 daerah pemekaran. Permasalahan daerah pemekaran di Papua terkait minimnya sarana akses di daerah terpencil dan terisolir.
Permasalahan pemekaran daerah baru di Papua merupakan ketidakpuasan daerah yang terisolir dan terpencil. Selain itu, daerah pemekaran muncul karena tidak ada intervensi pembangunan dan juga minimnya intervensi negara dalam hal ini pemerintah pusat. Rencana pemekaran daerah Papua kedepan dibutuhkan sarana aksesbilitas untuk jangka panjang. (Okezone, 2007)
Dalam kunjungan kerja ke Papua, Menkokesra Aburizal Bakrie juga menyatakan bahwa diharapkan dalam tiga tahun mendatang tidak ada lagi daerah terisolir di Papua. Jalan tembus yang akan menghubungkan daerah di kawasan Pegunungan Tengah dengan kawasan pesisir di Kabupaten Timika nantinya diharapkan sudah selesai dalam waktu dekat. Dengan adanya jalan ini roda perekonomian bisa berjalan lebih lancar dan harga-harga pun tidak terlalu tinggi. (www.menkokesra.go.id, 2006)
7. Kabupaten Seram, Maluku
Kabupaten Seram Bagian Timur yang dikategorikan kabupaten miskin di Indonesia oleh Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, kini masih terisolir khusus di bidang transportasi dan komunikasi. Ruas jalan aspal yang ada di kabupaten tersebut hanya sepanjang empat kilometer. Untuk menjangkau satu desa ke desa lain, maupun ke kota kecamatan dan kota kabupaten hanya bisa melewati laut. Itu juga kalau kondisi lautnya mendukung.
Selain dataran luas, kabupaten yang memiliki banyak pulau dan terpencil makin membuat jaringan transportasi antar pulau sangat terbatas. Banyaknya pulau-pulau terpencil itu hanya dilayari kapal perintis antara 2 hingga 4 minggu sekali di beberapa lokasi saja. Persoalan ini tentu saja berpengaruh, termasuk akses pelayanan kesehatan ke masyarakat.
Akibat kondisi itu pula, saat wabah malaria menyerang Dusun Wawasa Kecamatan Kepulauan Gorom pada awal Mei 2005 lalu menewaskan 22 orang dan 761 warga di dusun tersebut sakit parah. Warga Wawasa meninggal selain krisis pangan di daerahnya, juga akibat lambatnya penanganan kesehatan karena keterisolasiannya.
Pengobatan warga yang terjangkit malaria sulit dilakukan akibat tidak adanya fasilitas kesehatan di Wawasa. Puskesmas terdekat berada di desa induknya Amarsekaru, yang dapat ditempuh dengan menggunakan perahu tradisional ketinting selama 1 hingga 1,5 jam. Karena terbatasnya sarana tranportasi dan biaya transportasi yang tinggi, warga sulit untuk berobat dan perawat di puskesmas terdekat juga sulit mengunjungi korban. (Fkmcpr, 2006)










BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

1. transportasi merupakan sarana penghubung yang sangat penting dalam mempengaruhi maju tidaknya suatu wilayah.
2. kondisi geografis daerah terisolir mengakibatkan sulitnya pembagunan sektor transportasi
3. bentuk transportasi di daerah terpencil di dominasi oleh truk, motor trail, pesawat terbang, speed boat, dan kapal laut.
4. kondisi transportasi di daerah terpencil kurang layak baik dari segi sarana maupun prasarana dan rendahnya anggaran yang disediakan untuk sektor transportasi di daerah terpencil
SARAN
1. Untuk memajukan transportasi berbagai moda di Indonesia, pemerintah harus menaruh perhatian besar pada pembangunan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, dan bandar udara. Selain itu yang tak kalah penting adalah terus berupaya meningkatkan pelayanan dan pemeliharaan infrastruktur-infrastruktur tersebut.
2. sehibungan dengan penyediaan berbagai macam moda saran/prasarana transportasi bagi daerah pinggiran terpencil, prioritas perlu ditekankan pada pengembangan fasilitas pelayanan transportasi di daerah pedesaan, daerah/pulau terpencil, dan daerah transmigrasi, yang diharapkan akan meningkatkan aktifitas perekonomian wilayah-wilayah tersebut.
3. selain membangun berbagai infrastruktur trasnportasi, pemerintah kiranya perlu untuk selalu menyediakan transportasi yang murah dan terjangkau bagi masyarakat di daerah terpencil/pinffiran, misalnya dengan kebijakan-kabijakan untuk menurunkan harga BBM, memberikan subsidi, melakukan pengawasan ketat terhadap tata niaga dan distribusinya dan sebagainya.
4. dalam hal peningkatan kualitas pelayanan transportas, pemerintah wajib menerapkan kebijakan-kebijakan regulasi dan manajemen transportasi yang efektif, serta melakukan pengawasan-pengawasan ketat terhadap pengoperasia kebijakan-kebijakan tersebut untuk meminimalisir penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh perusahan atau organisasi penyelenggara transportasi.
5. hal terakhir yang paling penting dari pembanaunan sarana/prasaranatransportasi adalah pembangunan dan pengembangan kualitas sumberdaya manusia di bidang transportasi. Selain itu, diperlukan peran serta segenap pengguna transportasi untuk memelihara sarana dan prasarana transportasi, serta turut mematuhi berbagai peraturan keselamatan yang ada utuk mengurangi terjadi kecelakaan.













DAFTAR PUSTAKA

MG Retno Setyowati. 2002. Kabupaten Aceh Tengah.
http://72.14.235.104/search?q=cache:IrWq0SNnbXcJ:bankdata.depkes.go.id/kompas/Kabupaten%2520Aceh%2520Tengah.pdf+bentuk+transportasi+di+daerah+terisolir&hl=id&ct=clnk&cd=5&client=opera. Download : 4 Maret 2007.
Ratna Sri Widyastuti. 2003. Kabupaten Malinau. http://www.kompas.com/kompas-
cetak/0306/17/otonomi/373649.htm. Download : 4 Maret 2007.
Supriyantho Khafid. 2006. Selatan Sumbawa Masih Terisolir 400 kilometer.
http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/nusatenggara/2006/04/09/brk,20060409-76007,id.html. Download : 11 Maret 2007.
Sutarmi. 2007. Pemekaran Papua Terjadi karena Akses ke Daerah Terisolir Minim.
www.okezone.com/index.php?option=com.content&task=view&id=5797&Itemid=67 - 47k –. Download : 4 Maret 2007.

__________. 2007. 16 Ribu Penduduk Terisolir Satu Desa WarganyaUrbanisasi.
http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?. Download : 11 Maret 2007.

__________. 2007. 2009 Tak Ada Daerah Terisolir di Papua.
http://menkokesra.go.id/content/view/1184/39/. Download : 11 Maret 2007.

__________. 2007. Mendulang Uang di Kota, Daerah Pedalaman Krisis Dokter.
http://www.fkmcpr.nl/?page=4851. Download : 11 Maret 2007.

__________. 2006. Bersaing dengan Missionaris. http://swaramuslim.net/FAKTA/.
Download : 11 Maret 2007.

___________. 2006. NTB Masih Terisolasi. http://www.suarantb.com/ 2006/09/23/Tokoh/index.html. Download : 4 Maret 2007.





Readmore »»

Sunday, June 7, 2009

STUDI IMPLEMENTASI ISO 9000 : 2000 PADA PERUSAHAAN KONSTRUKSI

Indra
Jurusan STMT Trisakti
STMT Trisakti

Abstract
Systematic quality management could reduce cost of defect of product and service. Therefore a standard is required to do
efficient work by creating quality consistency. In the year 2004, LPJK released a regulation that large construction com
categorized as B grade have to apply system of quality management of ISO 9000:2000. Context of this study is to analyze
quality management that employ in construction firms in Makassar and to identify processes which can be improved to obtain
optimal customer satisfaction and continuous improvement. This research cover tools and system of quality management,
quality
document,
quality
system,
quality activity in company, quality dimension, culture of quality, and process approach in quality system. Research show that
construction firms in Makassar have accommodated quality system in their business, its indicated by most of construction
company have special unit on quality, quality document, system of quality and quality activity that supporting process for
quality management. Level of Quality system at company applying ISO 9000:2000 is laid on steps of quality assurance.
Spearman Correlation test show quality cultures and activities have significantly affected quality processes within construc
firms.
Key words: Quality, Management system, ISO 9000:2000, Process, Implementation.
Abstrak
Pengelolaan mutu yang sistematik dapat mengurangi biaya kegagalan produk dan jasa. Oleh karena itu diperlukan standar
untuk melakukan pekerjaan yang efisien dengan menciptakan konsistensi mutu. Peraturan LPJK pada tahun 2004
mensyaratkan perusahaan konstruksi berkategori B (besar) untuk menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9000:2000. D
konteks tersebut studi ini bertujuan untuk menganalisa manajemen mutu yang ada pada perusahaan konstruksi yang ada di
Makassar
dan mengetahui proses-proses yang dapat diperbaiki guna memperoleh kepuasan pelanggan yang optimal dan peny
berkelanjutan. Penelitian ini meliputi kelengkapan dan sistem manajemen mutu, dokumen mutu, sistem mutu, alat-alat mutu
yang digunakan, kegiatan mutu dalam perusahaan, dimensi mutu, budaya mutu,dan pendekatan proses dalam sistem mutu. Dari
penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil perusahaan konstruksi di Makassar sudah mengakomodasi sistem mutu dalam
perusahaannya yang ditandai dengan sebagian besar perusahaan konstruksi telah memiliki unit kerja khusus dibidang m
dokumen mutu, sistem mutu dan kegiatan mutu yang menunjang proses dari manajemen mutu. Tingkatan sistem mutu pada
perusahaan yang menerapkan ISO 9000:2000 terletak pada tahapan penjaminan mutu. Uji korelasi Spearman menunjukkan
bahwa budaya mutu dan kegiatan mutu mempengaruhi secara signifikan proses mutu yang ada di dalam perusahaan konstruksi
Kata kunci: Mutu, Sistem Manajemen, ISO 9000:2000, Proses, Implementasi.
1. PENDAHULUAN
Mutu merupakan salah satu tujuan dan sekaligus indikator kesuksesan suatu proyek konstruksi terutama oleh
pemilik proyek (owner) terhadap produk dan jasa layanan pelaksana konstruksi (kontraktor). Dalam konteks ini,
mutu dianggap sebagai salah satu elemen kunci dari metode dan teknik manajemen proyek konstruksi. Sebagai
konsekuensinya, sistem manajemen mutu harus diterapkan baik di tingkat perusahaan (corporate level) maupun di
proyek (project level).
Project Management Institute (PMI, 2000) menyatakan bahwa manajemen mutu proyek merupakan proses
diperlukan untuk meyakinkan bahwa proyek akan memenuhi harapan dan kebutuhan, termasuk semua kegiatan dari
semua fungsi manajemen yang menentukan kebijakan, tujuan dan tanggung jawab mutu, da
mengimplementasikannya sedemikian hingga seperti perencanaan mutu (quality planning), penjaminan mutu
(quality assurance), pengendalian mutu (quality control) dan penyempurnaan mutu (quality improvement).
ISO 9000 adalah salah satu standar sistem manajemen mutu internasional yang dapat diterapkan baik indu
manufaktur maupun jasa konstruksi untuk penyempurnaan mutu prosedur dan produk. Adapun tahapan yang
diperlukan untuk menerapkan standar sistem manajemen mutu ISO 9000 adalah mulai dari tahap persiap
implementasi hingga sampai kepada tahap sertifikasi. Sertifikasi ISO 9000 dalam industri konstruksi telah diter
secara meluas oleh banyak negara termasuk Indonesia, dan jumlah sertifikat untuk perusahaan konstruksi bertambah
dari tahun ke tahun.
2. TUJUAN DAN METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian
________________________________________
Page 3
2 of 9
ini dilakukan pada beberapa perusahaan konstruksi di Makassar untuk mengetahui sejauh mana penerapan konsep
dan praktek-praktek standar ISO 9000 di dalam organisasi perusahaan dan batasan jarak yang ada dalam penerap
ISO 9000 dalam perusahaan konstruksi tersebut..
Bahasan penulisan ini terfokus pada studi penerapan standar/sistem manajemen mutu
perusahaan-perusahaan
konstruksi
di
Makassar
dengan merujuk kepada standar/sistem manajemen mutu ISO 9000:2000. Adapun batasan masalah dari penulisan
ini adalah sebagai berikut:

Pendekatan proses sistem manajemen mutu yang dipakai adalah pada tingkat perusahaan bukan pada tingk
proyek

Perusahaan Konstruksi yang menjadi target sampel adalah perusahaan konstruksi berkualifikasi besar (B) di
kota
Makassar
baik yang belum atau sudah menerapkan sistem/standar manajemen mutu ISO 9000 : 2000. Perusahaan
kualifikasi kecil (K) atau Menengah (M) tidak dilibatkan dalam penelitian ini.

Alat analisis yang digunakan adalah self assessment list ISO 9000:2000 dari Australian & New Zealand
Standard (AS/NZS ISO 9004:2000)

Klausul yang dipakai adalah klusul 4 (empat) dan klausul 5 (lima). Dimana pada klusul 4 (empat) berisi sistem
manajemen kualitas dimana pada kalusul ini banyak menekankan pada kebutuhan umum untuk penerapan IS
9001 : 2000. Sedangkan pada klausul 5 (lima) berisi tanggung jawab manajemen dimana pada klaus
tanggungjawab manajemen dalam mendefinisikan kebijaksanaan, sasaran perencanaan dan sistem manaje
kualitas yang dibutuhkan ketika mempersiapkan umpan balik melalui peninjauan kembali terhadap manajem
untuk merubah peraturan dan menemukan proses yang dapat memperbaiki ke depan.
Dalam penelitian ini digunakan metode angket atau kuesioner. Selain itu juga diadakan interview (wawan
apabila terdapat data-data yang dirasa kurang jelas. Hal ini dikarenakan pada perusahaan konstruksi tersebut,
dituntut untuk mempunyai sistem mutu yang menjamin kepuasan pelanggan sehingga pada akhirnya standar ISO
9000 akan diterapkan sesuai dengan peraturan LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi) pada tahun 2004.
Pada penelitian ini kami lebih memfokuskan pada perusahaan konstruksi berkualifikasi B yang berafiliasi
dengan GAPENSI serta dari BUMN yang berdomisili di wilayah Makassar. Adapun jumlah yang terdaftar dala
Badan Usaha Anggota Gapensi Tahun 2003 golongan B sebanyak 16 perusahaan dan Badan Usaha Milik Negara
yang ada di wilayah Makassar sebanyak 7 buah.
3. TINJAUAN PUSTAKA
Mutu biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk atau jasa, seperti : kinerja (performance),
kehandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (easy of use), estetika (esthetics), dan lain sebagainya (Vincent
Gaspersz,2001). ISO 8402 mendefinisikan mutu sebagai keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang
kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersama, dan manajem
mutu
sebagai semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijakan mutu, tujuan-tujua
dan tanggung jawab, serta mengimplementasikannya melalui metode perencanaan mutu (Quality Planning),
pengendalian mutu (Quality Control), jaminan mutu (Quality Assurance) dan peningkatan mutu (Quality
Improvement).
ISO 9001 : 2000 adalah suatu standar internasional untuk sistem manajemen mutu yang menetapkan
persyaratan-persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen mutu, ya
bertujuan untuk menjamin bahwa organisasi akan memberikan produk (barang dan/atau jasa) yang memenuhi
persyaratan yang ditetapkan. ISO 9001: 2000 bukan merupakan standar produk, karena tidak menyatakan
persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk (barang dan/atau jasa), tetapi hanyalah merupakan standar
sistem
manajemen.
ISO 9001:2000 juga terdiri dari 8 Klausul yaitu (1) Klausul Ruang Lingkup; (2) Klausul Referensi Normatif;
Klausul Istilah dan Definisi; (4) Klausul Sistem Manajemen Mutu; (5) Klausul Tanggung Jawab Manajemen;
Klausul Manajemen Sumber Daya; (7) Klausul Realisasi Produk; dan (8) Klausul Analisis, pengukuran dan
peningkatan. (Vincent Gaspersz, 2001).
ISO 9001 : 2000 disusun berlandaskan pada 8 (delapan) prinsip manajemen mutu yang dapat digunakan
oleh manajemen senior sebagai kerangka kerja (framework) yang membimbing organisasi menuju peningkatan
kinerja yaitu (1) Fokus Pelanggan; (2) Kepemimpinan; (3) Keterlibatan Orang-orang; (4); Pendekatan Pros
Pendekatan Sistem terhadap Manajemen; (6) Peningkatan Terus Menerus; (7) Pendekatan Faktual dalam Pembuatan
Keputusan; dan (8) Hubungan Pemasok yang Saling Menguntungkan.
Dalam menerapkan standar ISO 9000 untuk perusahaan di dalam industri konstruksi, ada beberapa kebutuhan y
harus dipenuhi yaitu Tanggung jawab manajemen, Peninjauan ulang terhadap kontrak, Pengendalian terhadap
desain, Pengendalian terhadap dokumen, Pembelian, Pengendalian terhadap proses, Tindakan korektif, Pelatihan,
________________________________________
Page 4
3 of 9
dan Peninjauan ulang dan audit.
Ada beberapa model untuk audit internal dalam organisasi terhadap kriteria sistem manajemen mutu. Mod
yang paling banyak diketahui dan paling sering digunakan adalah model kualitas nasional dan regional ynag
mengacu kepada model terbaik di dunia. Pendekatan audit internal dengan menggunakan Gap Analisis ISO 9000
2000 merupakan cara termudah untuk mengetahui tingkat kematangan dari sebuah sistem manajemen mut
perusahaan dan area utama dimana perbaikan dibutuhkan.
Memang menjadi bahan perdebatan jika prosedur konstruksi dapat distandarisasi (seperti industr
manufaktur), diketahui bahwa produk dari konstruksi selalu unik, setiap proses konstruksi melibatkan tenaga kerj
dan supplier yang beragam, dan lingkungan dimana proses ini dilaksanakan sering menjadi faktor yang
menghambat
(Chung,1999).
Di Indonesia kondisi ini lebih rumit lagi karena melibatkan penggunaan tenaga kerja berpendidikan rendah dan sifat
pekerjaan cenderung merupakan pekerjaan tangan (Prijono, 1997). Belum lagi format standar yang ada sering
membawa kepada penerjemahan yang beragam dan penerapan, kegunaan, serta hasil dari ISO 9000 dapat beragam
di antara berbagai perusahaan dan negara (Bubshait dan Al-Atiq, 1999). Hal inilah yang menyebabkan kesulitan
dalam pengukuran dan pengawasan.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Responden
Jumlah populasi yang dijadikan objek penelitian ini berjumlah 23 (dua puluh tiga). Perusahaan yang terdiri atas 7
(tujuh) perusahaan milik pemerintah (BUMN) dan 16 (enam belas) perusahaan swasta yang berkualifikasi besar
(B) dalam daftar anggota Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) dalam wilayah k
Makassar. Dari hasil distribusi kuesioner yang diadakan sebanyak 15 responden merespon positif dan
mengembalikan kuesioner sedangkan sisanya tidak dapat dihubungi atau merespon negatif.
Perusahaan yang menjadi responden dalam penelitian ini merupakan perusahaan yang berpengalama
minimal 6 (enam) tahun dalam berbagai proyek konstruksi di Sulawesi Selatan. Pengalaman kerja lebih dari 16
tahun dimiliki oleh perusahaan yang bersertifikasi ISO 9000 : 2000. Untuk perusahaan yang belum memiliki
sertifikat
ISO
9000
:
2000
ada sekitar 29% perusahaan yang berumur antara 6 sampai 15 tahun selebihnya berumur 16 tahun keatas.
Tabel 1 Nilai Kontrak
Tahun
Perusahaan ISO
Perusahaan Non ISO
0-3 M
4-9 M
10-15
M
16-20 M
>20 M
0-3 M
4-9 M
10-15 M
16-20 M
>20 M
Tahun
2002
0,0%
0,0%
0,0%
12,5%
87,5%
12,5%
25,0%
25,0%
12,5%
25,0%
Tahun
2003
0,0%
0,0%
0,0%
12,5%
87,5%
14,3%
0,0%
28,6%
28,6%
28,6%
Perusahaan yang memiliki sertifikat ISO 9000 : 2000 mempunyai nilai kontrak rata-rata 16 sampai 20
milyar
keatas.
Perusahaan yang mempunyai nilai kontrak 16 sampai 20 milyar hanya sebesar 12,5% sedangkan sisanya
mempunyai nilai kontrak di atas 20 milyar. Nilai kontrak perusahaan non ISO 9000 : 2000 mengalami perubahan
dari tahun ketahun meskipun secara keseluruhan nilai kontraknya masih dibawah perusahaan yang memiliki ISO
9000 : 2000. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki ISO mempunyai kemudahan untuk
mendapatkan nilai kontrak yang lebih tinggi. Dari hasil interview yang dilakukan kemudahan mendapatkan ni
kontrak yang lebih tinggi disebabkan adanya kepercayaan dari konsumen pengguna jasa konstruksi dimana
pelanggan merasa mempunyai sebuah jaminan bahwa proyek akan selesai tepat pada waktunya dengan standar
mutu yang telah disepakati.
Seperti yang diketahui bahwa bahwa ISO 9000 : 2000 mempunyai beberapa kelengkapan sistem
mendukung dari ISO 9000 : 2000 itu sendiri, berupa unit kerja dokumen-dokumen mutu dan sistem mutu y
digunakan. Dari hasil kuesioner yang diedarkan maka dihasilkan gambaran bahwa responden yang memiliki unit
yang khusus menangani mutu hanya 93,3% dan sisanya sebesar 6,7% tidak memiliki unit khusus yang menanga
mutu. Untuk perusahaan yang bersertifikat ISO 9000 : 2000 mempunyai unit kerja mutu yang menangani
manajemen mutu dalam perusahaan tersebut sedangkan pada perusahaan yang tidak bersertifikat ISO 9000 : 20
hanya 85,7% yang mempunyai unit kerja mutu dan sisanya belum memiliki unit kerja khusus untuk menangani
mutu. Fakta ini menunjukkan bahwa sistem mutu sudah diakomodasi dalam struktur organisasi pada perusah
kostruksi di Makassar. Dengan terdapatnya unit mutu diperusahaan maka pengelolaan mutu akan menjadi su
kegiatan berstruktur dan sistematis. Untuk dokumen mutu yang digunakan ada tiga yaitu (1) Pedoman Mutu
(Quality Control); (2) Prosedur Sistem Mutu; dan (3) Instruksi Kerja.
Tabel 2 Jumlah Dokumen Mutu
Jumlah dokumen
Perusahaan ISO
Perusahaan Non ISO
________________________________________
Page 5
4 of 9
3 dokumen
85.71%
25.00%
2 dokumen
14.29%
0.00%
1 dokumen
0.00%
62.50%
tidak ada
0.00%
12.50%
Kelengkapan dokumen mutu ini kurang dimiliki oleh perusahaan yang tidak menerapkan ISO 9000
Responden yang tidak memiliki ISO 9000 : 2000 sebanyak 62,5% hanya menggunakan sebuah dokumen mutu
12,5% sama sekali tidak mempunyai sistem mutu. Hanya 25% responden non ISO 9000 : 2000 yang mengguna
ketiga dokumen mutu dalam menerapkan sistem mutunya. Dari hasil interview yang dilakukan, responden non I
9000 : 2000 yang memiliki ketiga dokumen mutu adalah perusahaan konstruksi yang berada pada tahap sertifi
standar sistem manajemen mutu ISO 9000 : 2000.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perusahaan yang bersertifikat ISO 9000:2000 seharu
dilengkapi dengan dokumen instruksi kerja, sedangkan perusahaan yang belum mengantongi ISO 9000:2000 ma
harus menambah dokumen mutunya berupa pedoman mutu dan instruksi kerja untuk dapat memenuhi standar
sistem manajemen mutu berbasis ISO 9000. Salah satu pendekatan dalam pengelolaan proses adalah menyed
panduan kerja yang jelas.
Dari hasil kuesioner yang diedarkan maka diperoleh informasi penggunaan alat mutu yang biasa digunakan
perusahaan konstruksi khususnya yang berkualifikasi B di Makassar yang digambarkan sebagai berikut :
Tabel 3 Intensitas Alat Mutu
Nomor
Item
ISO
Non ISO
Total
1
Checklist/Lembar Periksa
35
30
65
2
Inspeksi/Pemeriksaan/Pengujian
34
29
63
3
Flowchart/Diagram Alir
36
25
61
4
Diagram Kontrol/Peta Kendali
34
27
61
5
Sampling Statistik
30
21
51
6
Histogram
31
20
51
7
Diagram Pareto
31
20
51
8
Diagram Sebab Akibat
29
18
47
Tabel di atas menunjukkan bahwa alat mutu yang paling banyak digunakan adalah Cheklist dengan total
nilai 65 dan alat mutu yang paling jarang digunakan adalah diagram sebab-akibat dimana nilai totalnya hanya
sebesar 47. Dari hasil interview yang kami lakukan, perusahaan konstruksi memilih menggunakan Check
dikarenakan kemudahan dan keterbiasaan dalam menggunakan alat tersebut. Temuan ini juga senada denga
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Abdulaziz A. Bubshait dan Tawfiq H. Al-Atiq (1999).
Tabel 4 Intensitas Kegiatan Mutu Dalam Perusahaan
Nomor
Item
ISO
Non ISO
Total
1
Sistem Mutu
37
32
69
2
Audit
35
33
68
3
Ekspedisi
34
33
67
4
Pelatihan Mutu Terhadap Karyawan
34
32
66
5
Evaluasi Desain
35
31
66
6
Evaluasi Metode Konstruksi
33
30
63
Dari tabel di atas diperoleh gambaran bahwa kegiatan mutu yang paling sering dilaksanakan adalah sistem mu
dengan nilai total 69 dan audit dengan nilai total yang tidak banyak selisihnya yaitu 68. Kebalikan dari kegiatan
tersebut
evaluasi
metode konstruksi merupakan kegiatan yang menurut para responden yang terendah yang biasa dilakukan
perusahaan konstruksi melalui hasil yang kami dapatkan dari responden dengan nilai total sebesar 63. Hal
menandakan bahwa perusahaan konstruksi yang berkualifikasi B dimakassar telah memperhatikan peningkatan
mutu dari barang/jasa yang dihasilkan dengan cara memperbaiki proses kinerja dari perusahaan sebagaiman
dinyatakan oleh Chini dan Valdez (2003) tetapi harus meningkatkan kegiatan mutu pada bagian evaluasi metode
konstruksi.
Tabel 5 Karateristik Mutu
Nomor
Item
ISO
Non ISO
Total
________________________________________
Page 6
5 of 9
1
Ketepatan waktu
36
32
68
2
Kehandalan
35
31
66
3
Comformance/Kesesuaian
36
30
66
4
Kelengkapan
35
30
65
5
Ketelitian
35
30
65
6
Responnsiveness/tanggapan
34
31
65
7
Aestetics/Estetika
34
30
65
8
Performance/ Kinerja
34
29
63
9
Konsistensi
35
28
63
10
Serviceability
34
28
62
11
Aksebilitas dan kemudahan
33
29
62
12
Daya tahan
33
27
60
13
Perceived Quality
30
30
60
14
Feature/Fitur
33
26
59
15
Coutesy/Kebanggaan
34
25
59
Dari tabel di atas terlihat bahwa ketepatan waktu merupakan karateristik yang paling banyak dipilih oleh
para responden sebagai karateristik yang sangat penting dengan nilai total 68. Ketepatan waktu adalah kem
perusahaan konstruksi untuk menepati jadwal baik dari segi waktu kontrak dimulai, masuk waktu tunggu sampa
masa pekerjaan serta penyelesaian kontrak. Kehandalan dan kesesuaian menempati urutan kedua dari peringk
variabel karateristik mutu berdasarkan hasil kuesioner yang dilakukan dengan total nilai 66. Hal ini dikaren
responden menganggap tingkat akurasi terhadap kesesuaian terhadap pelayanan dan spesifikasi yang telah
ditetapkan sebelumnya berdasarkan
keinginan
pelanggan harus dipenuhi selanjutnya
seperti
responsiveness/tanggapan, ketelitian, kelengkapan, konsistensi, estetika dan serviceability mempunyai nilai total
sebesar 62 diikuti oleh aksebilitas/kemudahan dengan jumlah total yang sama sedangkan daya tahan dan perceived
quality
memiliki nilai total yang sama pula sebesar 60. Dengan nilai total 59 yang merupakan nilai total terendah
kebangaan dan fitur menepati urutan terakhir.
Fitur adalah karateristik yang melengkapi fungsi dasar fasilitas berkaitan dengan tambahan
performance/fungsi dasar dan pengembangannya. Dari hasil interview yang dilakukan terhadap responden
menempati urutan terakhir dikarenakan pelanggan perusahaan konstruksi di Makassar biasanya terfokus pada
kebutuhan dasar dan menganggap fitur hanya sebagai pelengkap saja.
Untuk perusahaan yang menerapkan standar sistem mutu ISO 9000 : 2000 karyawan dan staf mem
kebanggaan yang lebih tinggi dalam menjalankan sistem mutu guna mendapatkan kepuasan pelanggan yang leb
tinggi lagi. Kebanggaan yang ada pada perusahaan yang tidak menerapkan standar sistem mutu ISO 9000 : 20
kurang dimiliki oleh para karyawan dan staf . Hal ini menandakan bahwa standar sistem mutu ISO 9000
meningkatkan kepercayaan karyawan dan staf dalam menjalankan sistem mutu yang ada.
Dari nilai skor yang ada menandakan bahwa perusahaan konstruksi telah menyadari bahwa pada um
pelanggan menginginkan produk yang memiliki karateristik yang lebih cepat dan lebih baik. Pada industri j
ketepatan waktu pelayanan dan akurasinya merupakan faktor yang penting yang diinginkan oleh pelanggan
(Vincent Gaspersz,1997).
Tabel 6 Budaya Mutu
Nomor
Item
ISO
Non ISO
Total
1
Kepemimpinan
37
29
66
2
Pengembangan parnetship/kemitraan
34
31
65
3
Informasi dan analisis
35
30
65
4
Fokus pelanggan
36
28
64
5
Pemberdayaan karyawan
36
26
62
6
Perbaikan terus menerus
35
27
62
Pada perusahaan konstruksi budaya mutu merupakan suatu kegiatan yang harus dikembangkan un
mendukung proses mutu atau mempertahankan sistem mutu yang ada perusahaan. Adapun budaya mutu yang
paling tinggi nilai totalnya berdasarkan hasil kuesioner adalah kepemimpinan sebagai suatu kegiatan dari perubahan
budaya yang sangat penting dengan mendapatkan nilai total sebesar 66. Dengan nilai total sebesar 62 menepatkan
pemberdayaan karyawan dan perbaikan terus menerus sebagai pilihan terendah.
Khusus untuk perusahaan yang menerapkan standar sistem mutu ISO 9000 : 2000 kepemimpinan
menempati urutan tertinggi pada budaya mutu pada perusahaan yang ada. Pemberdayaan karyawan dan fok
pelanggan menempati urutan kedua dengan nilai total 36. Nilai terendah sebesar 34 dimiliki oleh pengemba
________________________________________
Page 7
6 of 9
kemitraan yang menempati urutan terakhir.
Kepemimpinan dan pemberdayaan karyawan merupakan salah satu bagian dari tanggung jawab manajemen
dan merupakan faktor yang paling mudah untuk diimplementasikan oleh perusahaan konstruksi di Indonesia
(Setiawan dan Setyanto,2004).
Pemberdayaan karyawan pada perusahaan yang tidak menerapkan sistem mutu ISO 9000 : 2000 menempati
urutan
terakhir
pada budaya mutu yang ada pada perusahaan tersebut. Hal ini menandakan diperlukannya peningkatan
kepemimpinan dan pemberdayaan karyawan pada perusahaan tersebut.
Karyawan adalah pelaku manajemen yang seharusnya dilibatkan dalam evaluasi. Dengan demikian
karyawan pada jenjang orgainisasi merasa ikut bertanggung jawab terhadap proses dan kinerja yang dihasilkan serta
secara sadar turut menjalankan siklus manajemen-PDCA secara utuh dan proporsional.
Efektif tidaknya implementasi ISO 9001 : 20000 sangat tergantung pada kemampuan pemimpin
mempengaruhi dan memotivasi karyawan agar mau mengikuti sistem yang dibangun. Kebiasaan yang dipraktekk
oleh atasan akan dilakukan juga oleh bawahan karena itu pemimpin senantiasa dituntut untuk menjadi model da
sikap dan prilaku. Kadar komitmen mutu pada atasan dapat terlihat oleh bawahan karena itu jangan menyala
bawahan kalau mereka meniru model atau contoh yang tidak baik yang dilakukan oleh atasan.
Audit internal merupakan cara untuk mengavaluasi hasil atau menilai keefektivitasan dan efisiena
perusahaan serta menandakan seberapa matang sistem mutu yang dipunyai perusahaan tersebut. Pendekatan a
internal dengan menggunakan Gap Analisis ISO 9000 : 2000 merupakan cara termudah untuk mengetahui
kematangan dari sebuah sistem manajemen mutu perusahaan dan area utama dimana perbaikan dibutuhka
Pendekatan
proses
dengan
self
assessment
ISO 9004 untuk setiap klausulnya mempunyai skala dari 1 (tidak ada sistem formal) sampai dengan 5 (terbaik
dalam prestasi). Berikut ini adalah tabel variable dan skala self assessment dan perbaikan apa yang harus ditempuh
dalam tiap tahapan skala tersebut (AS/NZS ISO 9004 : 2000, 2001).
Tabel 7 Penjelasan Skala Self Assessment
Skala
Tingkat Kematangan
Keterangan
1
Tidak
ada pendekatan
resmi
Tidak ada bukti pendekatan sistematis, yang jelas, hasil yang
tak dapat diramalkan
2
Pendekatan reaktif
Pemecahan masalah berdasarakan pendekatan sistematis tetapi
data yang tersedia minimum dan sudah memungkinkan untuk
perbaikan
3
Pendekatan sistem formal
yang stabil
Berdasarakan pendekatan proses yang sistematis, merupakan
langkah awal yang sistematis. Tersedianya data mengenai
kesesuaian produk dengan sasaran hasil dan bukti dari
kecenderungan perbaiakan
4
Peningkatan
berkesinambungan
Menggunakan pendekatan proses, hasil yang baik dan
menopang kecenderungan peningkatan
5
Terbaik dalam performa
Peningkatan proses yang betul-betul terintegrasi dan terbaik
menurut hasil benchmark (titik acuan prestasi) yang dilakukan
Dengan menggunakan skala tersebut diperoleh hasil audit sebagaimana disajikan pada table 8. Klausul yang di
adalah klausul 4 (Sistem manajemen mutu) dan klausul 5 (Tanggung jawab manajemen). Hal ini dikarenakan
klausul tersebut merupakan klausul yang harus dipenuhi dalam awal penerapan ISO 9001 : 2000.
Tabel 8 Pendekatan proses
Nomor
Variabel
ISO
Non ISO
total
Total
Mean
Total
Mean
Total
Mean
1
Pengidentifikasian kebutuhan dan
harapan pelanggan
33
4.1
31
4.4
64
4.3
2
Kepemimpinanan, keterlibatan dan
komitmen manajemen puncak
34
4.3
28
4.0
62
4.1
3
Dokumen guna mendukung operasi
yang efektif dan efisien
35
4.4
26
3.7
61
4.1
4
Pengidentifikasin kebutuhan
masyarakat bagi perusahaan
32
4.0
29
4.1
61
4.1
5
Tanggung jawab diinformasikan kepada
semua orang dalam perusahaan
31
3.9
30
4.3
61
4.1
6
Pengevaluasian informasi guna
meningkatakan efisiensi dan efiktivitas
dari proses perusahaan
30
3.8
31
4.4
61
4.1
________________________________________
Page 8
7 of 9
7
Kebijakan yang mendorong kearah
perbaikan dan keinginan terhadap
peningkatan
32
4.0
27
3.9
59
3.9
8
Pertimbangan terhadap undang-undang
dan aturan yang berlaku
32
4.0
27
3.9
59
3.9
9
Kebijakan terhadap harapan dan
kebutuhan pelanggan dan berbagai
pihak yang berkepentingan.
32
4.0
26
3.7
58
3.9
10
Ketersediaan sumber daya yang
diperlukan dalam memenuhi sasaran
hasil
32
4.0
26
3.7
58
3.9
11
Penetapan parnertship (kerjasama) dan
keuntungannya
29
3.6
29
4.1
58
3.9
12
Penerapan pendekatan proses guna
menghasilkan peningkatan dalam
pencapaian mutu
30
3.8
26
3.7
56
3.7
13
Penyebaran sasaran hasil kedalam
proses manajemen guna mengukur
kontribusi individu terhadap prestasi
32
4.0
23
3.3
55
3.7
14
Kebijakan mutu dalam visi kedepan
33
4.1
23
3.3
56
3.7
15
Mengemukakan kebutuhan dan
pemenuhan kewajiban dalam
peningkatan pencapaian
30
3.8
25
3.6
55
3.7
16
Penerjemahan kebijakan mutu kedalam
hasil yang terukur.
32
4.0
22
3.1
54
3.6
17
Ketersediaan masukan informasi yang
sah guna peninjauan ulang manajemen
31
3.9
23
3.3
54
3.6
18
Faktor lain yang mempengaruhi sasaran
hasil
29
3.6
23
3.3
52
3.5
Angka total dan mean yang terdapat pada table 8 merupakan jumlah dan rata-rata dari akumulasi pilihan dari
seluruh perusahaan yang menjadi responden penelitian. Dengan jumlah responden sebanyak 15 perusahaan maka
nilai total akan berjumlah minimal 15 sampai maksimal 40. Nilai mean menunjukkan tingkat kinerja kematangan
mutu berdasarkan skala 1 – 5 yang diadopsi dari standar mutu AS/NZS ISO 9004 : 2000 dengan makna
sebagaimana yang disajikan dalam table 7 di atas. Skala 1 menandakan kematangan mutu yang buruk, sampai skala
4 yang menyatakan tingkat kematangan terbaik dalam kinerja mutu.
Dari tabel 8 di atas terlihat bahwa pengidentifikasian kebutuhan dan harapan pelanggan merupakan hal yang
paling mudah dipenuhi, dengan nilai mean yang dicapai sebesar 4.3 (rentang skala 1 – 5), dan nilai total 64 (rentang
jumlah 15 – 75). Hal ini menandakan bahwa perusahaan konstruksi di Makassar sudah mencapai tingkat
kematangan mutu yang meningkat secara berkesinambungan, dimana pendekatan proses sudah dipakai yang
berujung kepada hasil yang baik. Pendekatan proses dengan cara peningkatan yang berkesinambungan pada sistem
mutu merupakan pendekatan proses yang digunakan oleh standar sistem mutu ISO 9000 : 2000 guna memperb
proses manajemen mutu yang ada dalam perusahaan (AS/NZS ISO 9004 : 2000, Quality management sistem
Guidelines for performance improvements,2001).
Dari hasil analisis di atas dapat dilihat bahwa kematangan sistem mutu yang dimiliki oleh perusahaan konstruksi di
Makassar
hampir mencapai standar sistem mutu ISO 9001: 2000. Hal ini terlihat dari adanya prinsip fokus pelanggan
ditunjang oleh proses-proses yang ada dalam sistem mutu tetapi perusahaan perlu meningkatkan prose
mengidentifikasi faktor lain yang mempengaruhi sasaran hasil. Kelemahan dalam hal ini membuat perusahaan yan
ada
di
Makassar
mengalami hambatan guna memperoleh informasi yang bermanfaat dalam memenuhi sasaran hasil dalam m
kepuasan pelanggan.
Pada perusahaan konstruksi di Makassar yang sudah menerapkan standar sistem mutu ISO 9000 : 2000 kematangan
proses yang paling tinggi terlihat pada penyediaan dokumen guna mendukung operasi efektif dan efisien serta
diikuti oleh kepemimpinan, keterlibatan dan komitmen manajemen puncak terhadap sistem mutu yang diterapk
Faktor lain yang mempengaruhi sasaran hasil perlu ditingkatkan kematangan prosesnya karena dalam pelaksan
sistem mutu proses ini dapat mempengaruhi kinerja dari proses yang lain. Kelemahan pada hal ini membua
responden yang menerapkan ISO 9000 : 2000 kurang memperhatikan faktor yang mendukung sasaran hasil
terutama pada proses penetapan partnership dan keuntungan yang diperoleh dari kerjasama tersebut.
Masih banyak proses yang perlu ditingkatkan bagi perusahaan yang belum mendapatkan sertifikasi ISO
9000
:
2000
guna mendapatkan kematangan sistem mutu yang ada pada tahap sertifikasi ISO 9000 : 2000, khususnya dalam
________________________________________
Page 9
8 of 9
bidang penerjemahan kebijakan mutu kedalam sasaran hasil yang terukur.
Dalam Studi juga dilakukan uji inferensi untuk mencari hubungan antara (1) Kematangan proses mutu dengan
budaya mutu; (2) Kematangan proses mutu dengan kegiatan mutu; dan (3) Kematangan proses mutu denga
perusahaan. Dari hasil perhitungan diperoleh uji korelasi yang diringkaskan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 9 Hubungan Nilai R
s
Dengan T
Hubungan
r
s
t
Signifikansi
budaya mutu dengan kematangan proses mutu
0,6
3,07
Cukup
kegiatan manajemen mutu dengan kematangan proses
mutu
0,6
2,98
Cukup
usia perusahaan dengan kematangan proses mutu
0,4
1,65
Kurang
Dari hasil uji korelasi yang dilakukan terlihat dengan jelas bahwa budaya mutu dan kegiatan mutu
mempengaruhi proses mutu yang ada di dalam perusahaan konstruksi. Semakin tinggi budaya mutu dan kegiatan
mutu yang ada di perusahan maka akan semakin matang proses mutu yang dimiliki oleh perusahaan konstruk
tersebut. Hal ini dikarenakan sasaran hasil yang ada harus diterjemahkan oleh proses mutu kedalam budaya mutu
dan kegiatan mutu di dalam perusahaan. Tanpa adanya budaya mutu dan kegiatan mutu yang mendukung proses
mutu maka sasaran hasil tidak akan tercapai dan terukur dengan jelas. Berbeda dengan kedua hal di atas un
perusahaan konstruksi tidak mempengaruhi kematangan proses mutu yang ada di dalam perusahaan tersebut, dan
tidak berarti semakin tua usia perusahaan semakin tinggi pula nilai kematangan proses yang dimiliki. Kematangan
proses mutu yang ada ditunjang oleh kemampuan perusahaan dalam mematangkan kegiatan mutu dan budaya m
yang ada dalam perusahaan dan biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkannya.
Standar sistem mutu ISO 9001: 2000 sendiri menekankan kematangan proses mutu guna mendapatkan mu
produk/jasa dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Dengan kematangan proses mutu yang ada diharapkan se
tahapan dalam perusahaan penyedia jasa konstruksi akan menghasilkan output yang bermutu untuk proses
selanjutnya hingga produk/jasa sampai ditangan pelanggan atau pengguna jasa konstruksi.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Permasalahan
konstruksi
di
kota
Makassar
khususnya perusahaan yang memiliki kualifikasi besar (B) sudah mengakomodasi sistem mutu dalam s
organisasinya. Hal ini ditandai dengan dimilikinya unit kerja khusus di bidang mutu, dokumen-dokumen mutu,
sistem mutu, kegiatan-kegiatan mutu yang menunjang proses dari manajemen mutu. Hanya sebagian kecil
responden yang tidak memiliki kelengkapan di bidang unit mutu dan dokumen-dokumen mutu.
Dari pendekatan proses yang dilakukan terhadap responden pada pemenuhan klausul yang ada dapa
diketahui bahwa identifikasi kebutuhan dan harapan pelanggan merupakan proses yang mempunyai kematan
tertinggi disusul oleh kepemimpinan, keterlibatan, dan komitmen manajemen puncak serta dokumentasi y
mendukung operasi yang efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan hasil uji spearman yang membuktikan bah
terdapat hubungan linear antara kematangan proses dengan budaya mutu yang kuat. Merujuk pada variabel-variabel
audit dalam standar panduan mutu (AS/NZS ISO 9004 : 2000, Quality management sistem Guidelines for
Performance Iimprovements, 2001) tampak bahwa perusahaan konstruksi di Makassar sudah mencapai peningkatan
yang berkesinambungan pada kematangan prosesnya.
Dari hasil uji korelasi Spearman yang dilakukan terlihat dengan jelas bahwa budaya mutu dan kegiatan
mutu mempengaruhi proses mutu yang ada di dalam perusahaan konstruksi. Sedangkan usia perusahaan konstru
tidak mempengaruhi kematangan proses mutu yang ada di dalam perusahaan-perusahaan tersebut.
5.2
Saran-saran
Dari hasil penelitian, terlihat bahwa perusahaan konstruksi klasifikasi B di Makassar yang belu
memperoleh sertifikasi standar sistem mutu ISO 9000: 2000 masih harus meningkatkan sistem manajemen mutu
yang
ada
untuk memenuhi kelengkapan sistem yang mendukung ISO 9001 : 2000 yaitu unit kerja khusus di
dokumen-dokumen mutu dan sistem manajemen mutu yang digunakan.
Mengingat penelitian ini masih terbatas pada kontraktor golongan besar, maka diperlukan studi lanjut ya
lebih komprehensif yang mencakup semua klasifikasi perusahaan konstruksi.
DAFTAR PUSTAKA
________________________________________
Page 10
9 of 9

AS/NZS ISO 9001 : 2000, (2000). Quality Management systems - requirements, ISO, Australia/New Zealand.

AS/NZS ISO 19011 : 2003, (2003). Guidelines for Quality and/for environmental management systems
auditing, ISO, Australia/New Zealand.

AS/NZS ISO 9000 : 2000, (2000). Quality Management systems – Fundamentals and Vocabulary, ISO,
Australia/New Zealand.

AS/NZS ISO 9004 : 2000, (2000). Quality Management systems – Guidelines for Performance Improvements ,
ISO, Australia/New Zealand.

Abubshait,A.A, dan Al Atiq.A, T.H. (1999). ISO 9000 Quality Standard in Construction, Journal of
Management.

Chung, C. (1999) Understanding Quality Assurance in Constrution (A practical guide to ISO 9000 for
Contractors, E & FN Spon, Sydney.

Gaspersz, Vincent, (2001). ISO 9001: 2000 and Continual Quality Improvement, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Gaspersz, Vincent, (2001). ISO Total Quality Management, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Gaspersz, Vincent, (1997). Membangun Tujuh Kebiasaan Kualitas dalam Praktek bisnis global, PT. Gramedia
Pustaka Utama.

Project Management Institute, (2000). A Guide to The Project Management Body of Knowledge, Newtown
Square, Pennsylvania USA.

Wiryodinigrat, Prijono, (1997). ISO 9000 untuk Kontraktor, PT. Gramedia, Jakarta, 1997.

Setyanto dan Setiawan, (2004). Evaluation on The Implementation of Management Responsibility in ISO 9001:
2000
By
Contractors
in
Indonesia,
The Ninth East Asia-Pacific Conference on Structural Engineering and Construction.


Readmore »»

MANAJEMEN MUTU PELABUHAN

TUGAS MAKALAH MANAJEMEN MUTU
DJEFFRI
244308008
MTL ALIH PROGRAM BP3IP – STMT TRISAKTI

BAB I
PENDAHULUAN
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan layanan jasa. Utamanya pelabuhan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik/turun penumpang dan atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagi tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Sedangkan jasa usaha pelabuhanan memiliki arti segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, ketertiban arus lalu lintas atau trafik (kapal, penumpang dan atau barang), menjaga keselamatan berlayar, tempat perpindahan intra dan atau antar moda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah.
Pengoperasian pelabuhan secara dasar meliputi 8 kegiatan jasa kepelabuhan, mulai dari kolam pelabuhan sampai jasa-jasa penunjang kepelabuhan. Pengoperasian tersebut mempunyai maksud : untuk memperlancar perpindahan intra dan antar moda transportasi; sebagi pusat kegiatan pelayanan transportasi laut; sebagi pusat distribusi dan konsolidasi barang. Kedelapan fungsi dasar tersebut adalah :
1. Penyediaan kolam pelabuhan dan perairan untuk lalu lintas kapal dan tempat berlabuh.
2. Pelayanan jasa-jasa yang berhubungan dengan pemanduan kapal-kapal (pilotage) dan pemberian jasa kapal tunda.
3. Penyediaan dan pelayanan jasa dermaga untuk tambat/sandar, bongkar muat muatan serta penyediaan fasilitas naik/turun penumpang.
4. Penyediaan dan pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang, angkutan di perairan pelabuhan, alat bongkar muat serta peralatan pelabuhan.
5. Penyediaan tanah untuk berbagai bangunan dan lapangan sehubungan dengan kepentingan dan kelancaran angkutan laut untuk industri.
6. Penyediaan jaringan jalan dan jembatan, tempat tunggu kendaraan, saluran pembuangan air, instalasi listrik, instalasi air bersih, depo bahan bakar dan armada pemadam kebakaran.
7. Penyediaan jasa terminal bongkar muat peti kemas, muatan curah cair, muatan curah kering dan kapal Ro-Ro.
8. Penyediaan jasa lainnya yang dapat menunjang jasa kepelabuhan.

BAB II
PEMBAHASAN
Indonesia merupakan negara maritim yang menjadi anggota International Maritime Organization (IMO), suatu organisasi di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebagai anggota, Indonesia harus melaksanakan semua keputusannya, termasuk dalam pengelolaan pelabuhan seperti terjaminnya keselamatan pelayaran, kelancaran kerja pelayanan kapal dan barang, dan tersedianya fasilitas dan keamanan. Pengelolaan pelabuhan dan angkutan laut merupakan mata rantai yang tak terpisahkan satu sama lainnya, dan memegang peranan penting dalam pembangunan bidang ekonomi dan perdagangan. Hampir 85 persen distribusi barang perdagangan dunia menggunakan angkutan laut. Untuk itu PBB membentuk suatu lembaga yang diberi nama United National Conference Trade and Development (UNCTAD) menciptakan konsep yang menjadi standar bagi negara maritim di dunia. Di antaranya konsep pengelolaan pelabuhan secara efisien, pengelolaan kapal dengan jaringannya, keselamatan di laut, dan lain-lain. Di Indonesia kondisi kepelabuhanan dan dunia angkutan lainnya cenderung menurun dan mengalami banyak hambatan. Sampai saat ini belum ada konsep yang dapat membawa dunia angkutan laut nasional dan kepelabuhanan ke arah pertumbuhan yang lebih baik. Di sektor angkutan laut, operasional kapal dilakukan untuk mengejar keuntungan sesaat tanpa pernah berpikir bagaimana membangun jaringan kapal antar-pelabuhan. Padahal operasionalisasi kapal adalah untuk ketersediaan barang (the ship follow the trade). Target untuk keuntungan sesaat ini berakibat tidak tumbuhnya sentra-sentra produksi di sepanjang alur laut kepulauan Indonesia. Semestinya, salah satu peran angkutan laut nasional adalah sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi regional, nasional, maupun internasional. Juga, tidak ada upaya bagaimana menciptakan saling interaksi dan interdepedensi antar-pelabuhan, maupun tak ada upaya untuk mengelola pelabuhan secara efisien.
Pengelolaan pelabuhan di Indonesia merujuk pada indikator pelayanan UNCTAD, ternyata waktu kapal berproduksi (effective time) di pelabuhan hanya berkisar antara 40-60 persen. Hal itu diukur berdasarkan tingkat kepuasan pelanggan jasa pelabuhan (port users), yaitu menghitung waktu sejak kapal tiba hingga kapal meninggalkan pelabuhan.
Ada beberapa klasifikasi tingkat kepuasan pelanggan (customer satisfaction), yaitu:
(1) Sangat puas (exelence service), yakni apabila waktu kerja efektif mencapai 90 persen dan penggunaan waktu kerja selama 21 jam dengan waktu istirahat makan 3 jam. Dalam kondisi ini, pelayanan jasa pelabuhan diberikan sesuai jadwal sehingga kapal tidak dibebani biaya tambahan dan jadwal trayek dapat dipenuhi.
(2) Puas (good service), yakni apabila waktu kerja efektif mencapai 80 persen dengan penggunaan waktu kerja produktif 18 jam dan waktu istirahat makan dan pergantian shift 6 jam. Kondisi ini tidak terlalu berpengaruh terhadap extra-cost.
(3) Tidak puas (bad service), yakni apabila waktu kerja efektif mencapai 70 persen, penggunaan waktu kerja produktif hanya 14 jam. Ketidakpuasan pengguna jasa pelabuhan terjadi karena ada biaya tambahan dan jadwal kapal ke pelabuhan lain terganggu.
(4) Sangat tidak puas (poor service), yakni apabila waktu kerja efektif hanya 60 persen dan penggunaan waktu kerja produktif hanya 10-13 jam. Hal ini berakibat besarnya biaya tambahan yang dikeluarkan operator kapal dan terganggunya trayek berikutnya.
Bila kita hubungkan klasifikasi tingkat kepuasan pelanggan dengan data waktu efektif di pelabuhan Indonesia ternyata tingkat pelayanan jasa pelabuhan di Indonesia sangat rendah. Apalagi jika dikaitkan dengan keinginan pejabat departemen terkait menciptakan pelabuhan internasional yang dapat menggantikan pelabuhan Singapura yang waktu efektifnya sudah mencapai 90 persen.
Sebagai dampak dari mutu pelayanan jasa pelabuhan maka ongkos angkut barang (freight) dengan kapal dari/ke Indonesia menjadi mahal. Apalagi kapal-kapal yang dioperasikan merupakan kapal tua. Faktor lainnya adalah alat bongkar muat yang sering macet, hasil kerja yang rendah, ada kerusakan barang yang berakibat terjadinya klaim.
Operasi pelayanan kapal meliputi kegiatan-kegiatan perencanaan dan pelaksanaan tambatan kapal yang dirahkan agar pemanfaatan lokasi tambatan dapat sesuai dengan jenis dan tipe kapal. Jenis muatan yang akan dibongkar atau dimuat, penggunaan peralatan bongkar muat secara optimal dan pemilihan gudang dan lapangan penumpukan barang yang sesuai dengan kebutuhan serta kelancaran pendistribusian barang dalam rangka menghasilkan ship-dispatch. Untuk dapat merencanakan dan menangani operasional pelayanan kapal dan untuk mencapai ships output yang tinggi, harus terlebih dahulu diketahui data lengkap sebuah kapal yang akan dilayani meliputi antara lain bentuk, jenis dan karakteristik kapal. Data kedatangan kapal, harus selalu data yang terakhir (up to date) dan setiap perubahan ETA (estimate time arrival) kapal harus dilaporkan secepatnya kepada pihak pengelola pelabuhan, untuk memudahkan penyusunan perencanaan alokasi penggunaan tambatan secara tepat dan berdaya guna.
Sistem pengelolaan pelabuhan Indonesia memiliki pelabuhan yang diklasifikasi sebagai ''pelabuhan umum'' yang diusahakan oleh BUMN PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I, II, III, dan IV yang berjumlah 111 unit. Pelindo menggunakan sistem keuangan IBW yang memberi wewenang penggunaan pendapatan dari jasa pelabuhan untuk keperluan manajemen perusahaan yang disusun dalam Rencana Kerja Anggaran. Di samping itu terdapat 624 unit pelabuhan umum yang tidak diusahakan, yang pengelolaannya dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Pelabuhan jenis ini menggunakan sistem keuangan ICW yang beroperasi dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sedangkan semua pendapatan jasa pelabuhan yang diterimanya harus disetor ke Kas Negara. Kemudian terdapat pula 1.155 unit ''pelabuhan khusus'' (Pelsus) yang dikelola oleh para pemilik pelabuhan yang terdiri dari perusahaan swasta dan BUMN. Uang jasa pelabuhan dipungut oleh UPT Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Adapun Pelsus yang berada di wilayah DLKP PT Pelindo dipungut oleh PT Pelindo.
Selain itu, Pelsus yang berjumlah 1.155 unit umumnya dibangun karena ketidakefisienan cara pengelolaan pelabuhan umum baik oleh PT Pelindo maupun UPT Ditjenla. Padahal, letak Pelsus tidak jauh dari pelabuhan umum. Membangun 1.155 unit Pelsus memerlukan dana yang sangat besar dan saat ini banyak Pelsus yang bangkrut dan terbengkalai karena tidak seimbangnya pendapatan dan biaya. Pelsus sangat dominan menguasai pangsa pasar angkutan laut nasional dan pelabuhan. Dari kompilasi data arus kapal dan barang di PT Pelindo ternyata konsentrasi kegiatan kapal dan barang terjadi di Pelsus dengan berbagai komoditi. Di Pelindo I hampir 80 persen kegiatan terpusat di Pelsus. Sedangkan di Pelindo II 50 persen, Pelindo III hampir 60 persen, dan Pelindo IV mencapai 70 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kunjungan kapal dan arus barang lebih dominan ke Pelsus dibandingkan ke pelabuhan umum yang mengakibatkan pelabuhan umum merugi. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah untuk menata kembali sistem kepelabuhanan dan angkutan laut nasional.
BAB III
PENUTUP
Tingkat pencapaian pelayanan kegiatan atau atribut kerja dalam kegiatan operasional pelabuhan dapat diukur dan dijadikan pedoman dalam pemberian pelayanan jasa di pelabuhan. Untuk menggambarkan tingkat pelayanan barang yang telah dicapai oleh pelabuhan secara rata-rata, digunakan satuan pengukur( tolok ukur) yang dijadikan pedoman atau standar dalam menentukan kebijakan pelayanan jasa pelabuhan. Tolok ukur tersebut diperoleh dari hasil yang dicapai di lapangan melalui pengamatan yang cukup lama dan dapat pula diperoleh melalui suatu penelitian di lapangan untuk jangka waktu tertentu.
Menyadari akan pentingnya kepuasan pelayanan pelanggan sebagai kunci aktivitas pelabuhan, maka manajemen pelabuhan menerapkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001. Hal ini dimaksud meningkatkan kepuasan pengguna jasa kepelabuhan dengan pelayanan yang profesional ,inovatif dan peningkatan secara berkesinambungan. Disamping menerapkan sistem Manajemen Mutu, Manajemen juga menerapkan sistem kode Pengaman Kapal dan Fasilitas Pelabuhan Internasional ( International Ships and Port Facility Security/ISPS Code) .

Readmore »»

Friday, June 5, 2009

IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU TERPADU PENDIDIKAN ISLAM

TUGAS MAKALAH MANAJEMEN MUTU
ANDRIANTO
244 308 001
ALIH PROGRAM BP3IP-STMT TRISAKTI

I. PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan dapat dipecahkan dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan. Salah satu indikator kekurang berhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan hasil ujian nasional siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah/madrasah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil.

Pertama,
strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan (sekolah/madrasah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagaimana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah/madrasah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Kedua
, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah/madrasah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa kompleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.

Diskusi tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan. Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient condition to improve student achievement). Disamping itu mengingat sekolah/madrasah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah/madrasah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah/madrasah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya. Walaupun demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut (adanya benchmarking). Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus berbasis sekolah/madrasah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan.Pokok bahasan dalam makalah yang berjudul “
Implementasi Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan Islam
”, penulis membagi dalam kisi-kisi sebagai berikut :
oPengertian Mutu
oPengertian dan Prinsip Mutu Terpadu
oManfaat Program Mutu Terpadu (TQM)
oPeranan Pemimpin dan Staf dalam Implementasi Mutu Terpadu (TQM)
oHambatan dalam peningkatan kualitas
oPeningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Madrasah


PEMBAHASAN
A.Pengertian Mutu
Dalam kerangka umum, mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah/madrasah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah/madrasah, dukungan kelas berfungsi mensinkronisasikan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran. Mutu dalam konteks "hasil pendidikan" mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah/madrasah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir semester, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan
umum, Ebta atau UAN). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya: komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah/madrasah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dan sebagainya.Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam arti hasil (ouput) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah/madrasah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab sekolah/madrasah dalam school based quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai . Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah/madrasah, terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau "kognitif" dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan standar, misalnya: NEM oleh KKG atau MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada tiap sekolah/madrasah baik yang sudah ada patokannya (benchmarking) maupun yang lain (kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah/madrasah sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini RAPBS harus merupakan penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai dan skenario bagaimana mencapainya.
B.Pengertian dan Prinsip Mutu Terpadu
Mendefinisikan mutu / kualitas memerlukan pandangan yang komprehensif. Ada beberapa elemen bahwa sesuatu dikatakan berkualitas, yakni;
1.Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan2.Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan3.Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (apa yang dianggap berkualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada saat yang lain)4.Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.Mutu terpadu atau disebut juga Total Quality Management (TQM) dapat didefinisikan dari tiga kata yang dimilikinya yaitu: Total (keseluruhan), Quality (kualitas, derajat/tingkat keunggulan barang atau jasa), Management (tindakan, seni, cara menghendel, pengendalian, pengarahan). Dari ketiga kata yang dimilikinya, definisi TQM adalah: “sistem manajemen yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dengan kegiatan yang diupayakan benar sekali (right first time), melalui perbaikan berkesinambungan (continous improvement) dan memotivasi karyawan “ (Kid Sadgrove, 1995)
Seperti halnya kualitas, Total Quality Management dapat diartikan sebagai berikut;
1)Perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan pengertian serta kepuasan pelanggan (Ishikawa, 1993, p.135). 2) Sistem manajemen yang mengangkat kualitas

sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992, p.33). 3) Suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.Total Quality Approach hanya dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristik sebagai berikut;1.Fokus pada pelanggan (internal & Eksternal)2.Memiliki obsesi tinggi terhadap kualitas3.Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah4.Memiliki komitmen jangka panjang5.Membutuhkan kerjasama tim (teamwork)6.Memperbaiki proses secara kontinu7.Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan8.Memberikan kebebasan yang terkendali9.Memiliki kesatuan tujuan10.Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawanSedangkan tujuan sistem mutu adalah memberikan keyakinan bahwa produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan (dapat pula disebut sebagai keluaran) memenuhi persyaratan mutu pembeli. Sistem mutu tersebut mencakup baik jaminan mutu maupun pengendalian mutu.
Ada beberapa tokoh yang mengemukakan prinsip-prinsip TQM. Salah satunya adalah Bill Crash, 1995, mengatakan bahwa program TQM harus mempunyai empat prinsip bila ingin sukses dalam penerapannya. Keempat prinsip tersebut adalah sebagai berikut:1.Program TQM harus didasarkan pada kesadaran akan kualitas dan berorientasi pada kualitas dalam semua kegiatannya sepanjang program, termasuk dalam setiap proses dan produk.2.Program TQM harus mempunyai sifat kemanusiaan yang kuat dalam memberlakukan karyawan, mengikutsertakannya, dan memberinya inspirasi.3.Progran TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi yang memberikan wewenang disemua tingkat, terutama di garis depan, sehingga antusiasme keterlibatan dan tujuan bersama menjadi kenyataan.4.Program TQM harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua prinsip, kebijaksanaan, dan kebiasaan mencapai setiap sudut dan celah organisasi.Lebih lanjut Bill Creech, 1996, menyatakan bahwa prinsip-prinsip dalam sistem TQM harus dibangun atas dasar 5 pilar sistem yaitu; Produk, Proses, Organisasi, Kepemimpinan, dan Komitmen.Lima Pilar TQM adalah :
1.PRODUK
2.PROSES
3.ORGANISASI
4.PEMIMPIN

Bambang H. Hadi Wiardjo dan Sulistijarningsih Wibisono, Memasuki Pasar Internasional Dengan ISO 9000, Sistem Manajemen Mutu, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996), hlm.7.

5.KOMITMENProduk adalah titik pusat untuk tujuan dan pencapaian organisasi. Mutu dalam produk tidak mungkin ada tanpa mutu di dalam proses. Mutu di dalam proses tidak mungkin ada tanpa organisasi yang tepat. Organisasi yang tepat tidak ada artinya tanpa pemimpin yang memadai. Komitmen yang kuat dari bawah ke atas merupakan pilar pendukung bagi semua yang lain. Setiap pilar tergantung pada keempat pilar yang lain, dan kalau salah satu lemah dengan sendirinya yang lain jga lemah.

C.Manfaat Program Mutu Terpadu
TQM sangat bermanfaat baik bagi pelanggan, institusi, maupun bagi staf organisasi.Manfaat TQM bagi pelanggan adalah:1.Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk atau pelayanan.2.Kepedulian terhadap pelanggan lebih baik atau pelanggan lebih diperhatikan.3.Kepuasan pelanggan terjamin.Manfaat TQM bagi institusi adalah:1.Terdapat perubahan kualitas produk dan pelayanan2.Staf lebih termotivasi3.Produktifitas meningkat4.Biaya turun5.Produk cacat berkurang6.Permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat.Manfaat TQM bagi staf Organisasi adalah:1.Pemberdayaan2.Lebih terlatih dan berkemampuan3.Lebih dihargai dan diakuiManfaat lain dari implementasi TQM yang mungkin dapat dirasakan oleh institusi di masa yang akan datang adalah:1.Membuat institusi sebagai pemimpin (leader) dan bukan hanya sekedar pengikut (follower)2.Membantu terciptanya tim work3.Membuat institusi lebih sensitif terhadap kebutuhan pelanggan4.Membuat institusi siap dan lebih mudah beradaptasi terhadap perubahan5.Hubungan antara staf departemen yang berbeda lebih mudah
Persyaratan Implementasi TQM
Agar implementasi program TQM berjalan sesuai dengan yang diharapkan diperlukan persyaratan sebagai berikut:
1.Komitmen yang tinggi (dukungan penuh) dari menejemen puncak.
2.Mengalokasikan waktu secara penuh untuk program TQM
3.Menyiapkan dana dan mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas
4.Memilih koordinator (fasilitator) program TQM
5.Melakukan banchmarking pada perusahaan lain yang menerapkan TQM
6.Merumuskan nilai (value), visi (vision) dan misi (mission)
7.Mempersiapkan mental untuk menghadapi berbagai bentuk hambatan
8.Merencanakan mutasi program TQM.


D.Peranan Pemimpin dan Staf dalam Implementasi Mutu Terpadu (TQM)
Pemimpin berperan dalam implementasi program TQM mulai dari menetapkan tujuan hingga alokasi waktu yang cukup. Kepemimpinan organisasi yang umum digunakan dapat dibedakan dalam empat model gaya kepemimpinan yaitu: model autocrasi, model feudal, model egalitarian, model anarchic. Adapun model kepemimpinan yang sangat cocok dengan budaya TQM adalah model egalitarian, karena pada model ini seorang pemimpin memberikan kebebasan kepada karyawan untuk bekerja. Karyawan berkomunikasi ke atas dan ke bawah di dalam departemennya bahkan dapat melewati departemen yang lain. Tim antar departemen dapat dibentuk untuk menyelesaikan masalah tertentu, pada model kepemimpinan ini.Menurut pengalaman Deming dan Juran disimpulkan bahwa sistem dan menejemen lebih menentukan keberhasilan perusahaan. Namun, tanpa dukungan karyawan maka keberhasilan itu tidak akan sempurna. Kesuksesan TQM yang dapat mengenali karyawan hanya dapat mencapai hasil terbaik ketika budaya perusahan mendukung dan sistem yang jelek diperbaiki secara seksama. Implikasinya adalah menejemen harus mendorong karyawan yang berada ditingkat bawah untuk membuat keputusan mereka sendiri dan karyawan harus dipercayai dalam mengerjakan tugasnya tanpa harus dimonitor setiap gerak-geriknya. Hal ini merupakan prinsip pemberdayaan (empowerment) karyawan.
7

Sifat-sifat Agar Pelanggan Puas
Sedikitnya terdapat lima sifat layanan yang harus diwujudkan agar pelanggan puas yang meliputi
1.Reability (kepercayaan), yaitu layanan sesuai dengan yang dijanjikan
2.Assurance (keterjaminan), yaitu mampu menjamin kualitas layanan yang diberikan
3.Tangible (penampilan), yaitu iklim sekolah/madrasah yang kondusif
4.Emphaty (perhatian), yaitu memberikan perhatian penuh kepada peserta didik
5.Responsiveness (ketanggapan), yaitu tepat tanggap terhadap kebutuhan peserta didik.

Strategi pelaksanaan di tingkat sekolah/madrasah
Dalam rangka mengimplementasikan konsep manajemen peningkatan mutu yang berbasis sekolah/madrasah ini, maka melalui partisipasi aktif dan dinamis dari orang tua, siswa, guru dan staf lainnya termasuk institusi yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan sekolah/madrasah harus melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut :
oPenyusunan basis data dan profil sekolah/madrasah lebih presentatif, akurat, valid dan secara sistimatis menyangkut berbagai aspek akademis, administratif (siswa, guru, staf), dan keuangan.
oMelakukan evaluasi diri (self assesment) utnuk menganalisa kekuatan dan kelemahan mengenai sumber daya sekolah/madrasah, personil sekolah/madrasah, kinerja dalam mengembangkan dan mencapai target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek-aspek intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya.
oBerdasarkan analisis tersebut sekolah/madrasah harus mengidentifikasikan kebutuhan sekolah/madrasah dan merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka menyajikan nasional yang akan dicapai. Hal penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan identifikasi kebutuhan dan perumusan visi, misi dan tujuan adalah bagaimana siswa belajar, penyediaan sumber daya dan pengeloaan kurikulum termasuk indikator pencapaian peningkatan mutu tersebut.
oBerangkat dari visi, misi dan tujuan peningkatan mutu tersebut sekolah/madrasah bersama-sama dengan masyarakatnya merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka pendek (tahunan termasuk anggarannnya). Program tersebut memuat sejumlah program aktivitas yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan nasional yang telah ditetapkan dan harus memperhitungkan kunci pokok dari strategi perencanaan tahun itu dan tahun-tahun yang akan datang. Perencanaan program sekolah/madrasah ini harus mencakup indikator atau target mutu apa yang akan dicapai dalam tahun tersebut sebagai proses peningkatan mutu pendidikan (misalnya kenaikan NEM rata-rata dalam prosentase tertentu, perolehan prestasi dalam bidang keterampilan, olah raga, dsb). Program sekolah/madrasah yang disusun bersama-sama antara sekolah/madrasah, orang tua dan masyarakat ini sifatnya unik dan dimungkinkan berbeda antara satu sekolah/madrasah dan sekolah/madrasah lainnya sesuai dengan pelayanan mereka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Karena fokus kita dalam mengimplementasian konsep manajemen ini adalah mutu siswa, maka program yang disusun harus mendukung pengembangan kurikulum dengan memperhatikan kurikulum nasional yang telah ditetapkan, langkah untuk menyampaikannya di dalam proses pembelajaran dan siapa yang akan menyampaikannya.
oDua aspek penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini adalah kondisi alamiah total sumber daya yang tersedia dan prioritas untuk melaksankan program. Oleh karena itu, sehubungan dengan keterbatasan sumber daya dimungkinkan bahwa program tertentu lebih penting dari program lainnya dalam memenuhi kebutuhan siswa untuk belajar. Kondisi ini mendorong sekolah/madrasah untuk menentukan skala prioritas dalam melaksanakan program tersebut. Seringkali prioritas ini dikaitkan dengan pengadaan peralatan bukan kepada output pembelajaran. Oleh karena itu dalam rangka pelaksanaan konsep manajemen tersebut sekolah/madrasah harus membuat skala prioritas yang mengacu kepada program-program pembelajaran bagi siswa. Sementara persetujuan dari proses pendanaan harus bukan semata-mata berdasarkan pertimbangan keuangan melainkan harus merefleksikan kebijakan dan prioritas tersebut. Anggaran harus jelas terkait dengan program yang mendukung pencapaian target mutu. Hal ini memungkinkan terjadinya perubahan pada perencanaan sebelum sejumlah program dan pendanaan disetujui atau ditetapkan.
oPrioritas seringkali tidak dapat dicapai dalam rangka waktu satu tahun program sekolah/madrasah, oleh karena itu sekolah/madrasah harus membuat strategi perencanaan dan pengembangan jangka panjang melalui identifikasi kunci kebijakan dan prioritas. Perencanaan jangka panjang ini dapat dinyatakan sebagai strategi pelaksanaan perencanaan yang harus memenuhi tujuan esensial, yaitu : (i) mampu mengidentifikasi perubahan pokok di sekolah/madrasah sebagai hasil dari kontribusi berbagai program sekolah/madrasah dalam periode satu tahun, dan (ii) keberadaan dan kondisi natural dari strategi perencanaan tersebut harus menyakinkan guru dan staf lain yang berkepentingan (yang seringkali merasakan tertekan karena perubahan tersebut dirasakan harus melaksanakan total dan segera) bahwa walaupun perubahan besardiperlukan dan direncanakan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa, tetapi mereka disediakan waktu yang representatif untuk melaksanakannya, sementara urutan dan logika pengembangan juga telah disesuaikan. Aspek penting dari strategi perencanaan ini adalah program dapat dikaji ulang untuk setiap periode tertentu dan perubahan mungkin saja dilakukan untuk penyesuaian program di dalam kerangka acuan perencanaan dan waktunya.
oMelakukan monitoring dan evaluasi untuk menyakinkan apakah program yang telah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan, apakah tujuan telah tercapai, dan sejauh mana pencapaiannya. Karena fokus kita adalah mutu siswa, maka kegiatan monitoring dan evaluasi harus memenuhi kebutuhan untuk mengetahui proses dan hasil belajar siswa. Secara keseluruhan tujuan dan kegiatan monitoring dan evaluasi ini adalah untuk meneliti efektifitas dan efisiensi dari program sekolah/madrasah dan kebijakan yang terkait dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Seringkali evaluasi tidak selalu bermanfaat dalam kasus-kasus tertentu, oleh karenanya selain hasil evaluasi juga diperlukan informasi lain yang akan dipergunakan untuk pembuatan keputusan selanjutnya dalam perencanaan dan pelaksanaan program di masa mendatang. Demikian aktifitas tersebut terus menerus dilakukan sehingga merupakan suatu proses peningkatan mutu yang berkelanjutan.


E.Hambatan dalam peningkatan kualitas
Hal penting yang perlu diperhatian dalam mengimplementasikan TQM adalah hambatan-hambatan yang mungkin akan ditemui. Menurut Deming, ada “tujuh penyakit yang mematikan” sebagai hambatan dalam peningkatan kualitas, empat yang paling mematikan yaitu:1.Kurang konstannya tujuan, sehingga organisasi terhambat untuk mengadopsi kualitas sebagai manajemen;2.adanya pemikiran jangka pendek;3.adanya evaluasi individual yang hanya dilakukan melalui skala pertimbangan atau laporan tahunan; dan4.adanya ‘Job Hope’ (mengharapkan jabatan).


Deming juga mengutarakan penyebab gagalnya kualitas dalam pendidikan disebabkan oleh sumber-sumber pendidikan itu sendiri, termasuk design kurikulum, gedung sekolah/madrasah yang kurang terawat, lingkungan kerja yang buruk, system dan prosedur yang tidak sesuai, penjadwalan yang tidak memadai, kurangnya sumber-sumber yang penting dan pengembangan staf yang tidak memadai.Kegagalan TQM dapat juga diakibatkan oleh usaha pelaksanaan yang setengah hati dan harapan-harapan yang tidak realistis, ada pula beberapa kesalahan yang secara umum dilakukan pada saat organisasi memulai inisitaif perbaikan kualitas. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain:
1.Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari menejemen senior.
2.Team mania.
3.Proses penyebarluasan (deployment)
4.Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis.
5.Harapan yang terlalu berlebihan6.Empowering yang bersifat premature.

F.Peningkatan Mutu Pendidikan berbasis Madrasah
Bervariasinya kebutuhan siswa akan belajar, beragamnya kebutuhan guru dan staff lain dalam pengembangan profesionalnya, berbedanya lingkungan sekolah/madrasah satu dengan lainnya dan ditambah dengan harapan orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak dan tuntutan dunia usaha untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak kepada keharusan bagi setiap individu terutama pimpinan kelompok harus mampu merespon dan mengapresiasikan kondisi tersebut di dalam proses pengambilan keputusan. Ini memberi keyakinan bahwa di dalam proses pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan mungkin dapat dipergunakan berbagai teori, perspektif dan kerangka acuan (framework) dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat terutama yang memiliki kepedulian kepada pendidikan. Karena sekolah/madrasah berada pada pada bagian terdepan dari pada proses pendidikan, maka diskusi ini memberi konsekwensi bahwa sekolah/madrasah harus menjadi bagian utama di dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Sementara, masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih memahami pendidikan, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai pendukung dalam hal menentukan kerangka dasar kebijakan pendidikan.Strategi ini berbeda dengan konsep mengenai pengelolaan sekolah/madrasah yang selama ini kita kenal. Dalam sistem lama, birokrasi pusat sangat mendominasi proses pengambilan atau pembuatan keputusan pendidikan, yang bukan hanya kebijakan bersifat makro saja tetapi lebih jauh kepada hal-hal yang bersifat mikro; Sementara sekolah/madrasah cenderung hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, lingkungan Sekolah/madrasah, dan harapan orang tua. Pengalaman menunjukkan bahwa sistem lama seringkali menimbulkan kontradiksi antara apa yang menjadi kebutuhan sekolah/madrasah dengan kebijakan yang harus dilaksanakan di dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Fenomena pemberian kemandirian kepada sekolah/madrasah ini memperlihatkan suatu perubahan cara berpikir dari yang bersifat rasional, normatif dan pendekatan preskriptif di dalam pengambilan keputusan pandidikan kepada suatu kesadaran akan kompleksnya pengambilan keputusan di dalam sistem pendidikan dan organisasi yang mungkin tidak dapat diapresiasiakan secara utuh oleh birokrat pusat. Hal inilah yang kemudian mendorong munculnya pemikiran untuk beralih kepada konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah/madrasah sebagai pendekatan baru di Indonesia, yang merupakan bagian dari desentralisasi pendidikan yang tengah dikembangkan.Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah/madrasah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah/madrasah. Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan (Edmond, 1979). Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain sebagai berikut; (i) lingkungan sekolah/madrasah yang aman dan tertib, (ii) sekolah/madrasah memilki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (iii) sekolah/madrasah memiliki kepemimpinan yang kuat, (iv) adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah/madrasah (kepala sekolah/madrasah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi, (v) adanya pengembangan staf sekolah/madrasah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK, (vi) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu, dan (vii) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid/masyarakat. Pengembangan konsep manajemen ini didesain untuk meningkatkan kemampuan
sekolah/madrasah dan masyarakat dalam mengelola perubahan pendidikan kaitannya dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi perencanaan, inisiatif kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah dan otoritas pendidikan. Pendidikan ini menuntut adanya perubahan sikap dan tingkah laku seluruh komponen sekolah/madrasah; kepala sekolah/madrasah, guru dan tenaga/staf administrasi termasuk orang tua dan masyarakat dalam memandang, memahami, membantu sekaligus sebagai pemantau yang melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan sekolah/madrasah yang bersangkutan dengan didukung oleh pengelolaan sistem informasi yang presentatif dan valid. Akhir dari semua itu ditujukan kepada keberhasilan sekolah/madrasah untuk menyiapkan pendidikan yang berkualitas/bermutu bagi masyarakat.Dalam pengimplementasian konsep ini, sekolah/madrasah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan dan fungsi setiap personel sekolah/madrasah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Bersama-sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah/madrasah harus membuat keputusan, mengatur skala prioritas disamping harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta keyakinan masyarakat tentang sekolah/madrasah/pendidikan. Kepala sekolah/madrasah harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah/madrasah dan secara profesional harus terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah/madrasah melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan di dalam sekolah/madrasah itu sendiri maupun sekolah/madrasah lain.Ada empat hal yang terkait dengan prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total yaitu; (i) perhatian harus ditekankan kepada proses dengan terus-menerus mengumandangkan peningkatan mutu, (ii) kualitas/mutu harus ditentukan oleh pengguna jasa sekolah/madrasah, (iii) prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, (iv) sekolah/madrasah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap arief bijaksana, karakter, dan memiliki kematangan emosional.Sistem kompetisi tersebut akan mendorong sekolah/madrasah untuk terus meningkatkan diri, sedangkan penghargaan akan dapat memberikan motivasi dan meningkatkan kepercayaan diri setiap personel sekolah/madrasah, khususnya siswa. Jadi sekolah/madrasah harus mengontrol semua semberdaya termasuk sumber daya manusia yang ada, dan lebih lanjut harus menggunakan secara lebih efisien sumber daya tersebut untuk hal-hal yang bermanfaat bagi peningkatan mutu khususnya. Sementara itu, kebijakan makro yang dirumuskan oleh pemerintah atau otoritas pendidikan lainnya masih diperlukan dalam rangka menjamin tujuan-tujuan yang bersifat nasional dan akuntabilitas yang berlingkup nasional.

KESIMPULAN
Dalam rangka pelaksanaan konsep manajemen ini, strategi yang dapat dilaksanakan oleh sekolah/madrasah antara lain meliputi evaluasi diri untuk menganalisa kekuatan dan kelemahan sekolah/madrasah. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut sekolah/madrasah bersama-sama orang tua dan masyarakat menentukan visi dan misi sekolah/madrasah dalam peningkatan mutu pendidikan atau merumuskan mutu yang diharapkan dan dilanjutkan dengan

penyusunan rencana program sekolah/madrasah termasuk pembiayaannya, dengan mengacu kepada skala prioritas dan kebijakan nasional sesuai dengan kondisi sekolah/madrasah dan sumber daya yang tersedia. Dalam penyusunan program, sekolah/madrasah harus menetapkan indikator atau target mutu yang akan dicapai. Kegiatan yang tak kalah pentingnya adalah melakukan monitoring dan evaluasi program yang telah direncanakan sesuai dengan pendanaannya untuk melihat ketercapaian visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan kebijakan nasional dan target mutu yang dicapai serta melaporkan hasilnya kepada masyarakat dan pemerintah. Hasil evaluasi (proses dan output) ini selanjutnya dapat dipergunakan sebagai masukan untuk perencanaan/penyusunan program sekolah/madrasah di masa mendatang (tahun berikutnya). Demikian terus menerus sebagai proses yang berkelanjutan.Untuk pengenalan dan menyamakan persepsi sekaligus untuk memperoleh masukan dalam rangka perbaikan konsep dan pelaksanaan manajemen ini, maka sosialisasi harus terus dilakukan. Kegiatan-kegiatan yang bersifat pilot/uji coba harus segera dilakukan untuk mengetahui kendala-kendala yang mungkin muncul di dalam pelaksanaannya untuk dicari solusinya dalam rangka mengantisipasi kemungkinan-kemungkian kendala yang muncul di masa mendatang. Harapannya dengan konsep ini, maka peningkatan mutu pendidikan akan dapat diraih oleh kita sebagai pelaksanaan dari proses pengembangan sumber daya manusia menghadapi persaingan global yang semakin ketat dan ditunjang oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang secara cepat
BIBLIOGRAPY
Bambang H. Hadi Wiardjo dan Sulistijarningsih Wibisono,
Memasuki Pasar Internasional Dengan ISO 9000, Sistem Manajemen Mutu
, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996).Bendell, Tony, and Boulter, Louise, and Kelly, John,
Benchmarking for Competitive Advantage
, (United Kingdom: Pitman Publishing, 1993).Dikmenum,
Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah/madrasah: Suatu Konsepsi Otonomi Sekolah/madrasah (paper kerja)
, (Jakarta: Depdikbud, 1999).Fandy Tjiptono & Anastasia Diana,
Total Quality Management
, (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2003).Karlof, Bengt and Ostblom, Svante, Benchmarking :
A signpost to Excellence in Quality and Productivity
, (New York, USA: John Wiley and Soons, 1994).Roger,Everett M., Diffusion of Innovations,
The Free Press
, (New New York, USA.: 1995).Semiawan, Conny R., dan Soedijarto,
Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI,
(Jakarta: PT. Grasindo, 1991).Soegito, MM, Prof. Dr. HAT.
Total Quality Management
, (Semarang: UNNES, 2002).Umedi, Dr., M.Ed.,
Manajemen Mutu Berbasis Sekolah/Madrasah
(MMBS/M), (Jakarta: Pusat Kajian Mutu Pendidikan, 2004).Victorian's Departement of Education,
Developing School Charter: Quality Assurance in Victorian Schools
, (Melbourne, Australia: Education Victoria, 1997).Zulian Yamit, Msi,
Manajemen Kualitas Produk Dan Jasa
, (Yogyakarta: CV Adipura, 2001).

Readmore »»